Minggu, 26 Oktober 2008
Sabtu, 25 Oktober 2008
zikir
BAHAGIAN PERTAMA
DZIKIR
DASAR, ESENSI DAN KEUTAMAAN
A. DZIKIR DALAM AL-QUR'AN.
DZIKIR berasal dari akar kata (z, k, r) di dalam al-Qur’an kata ini ditemukan sebanyak 287 kali dalam berbagai ayat dan surat antara lain:
1. Surat al-Baqarah(2):152.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Artinya : Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku.
2. Surat al-Nisa’ (4):103.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ .
Artinya : Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
3. Dalam Surat al-Nisa’ (4):142
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا .
Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
4. Surat al-A’raf(5):205.
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ
مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
Artinya : Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
5. Surat al- al-Ahzab; 41.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.
6. Surat al-Jumu’ah;10.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ
اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
7. Dalam surat Ali Imran;191.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ .
Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.
8. Surat al-Nur; 37.
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ .
Artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
9. Pada surat al-Zumar; 22.
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ
لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya : Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
10. Surat al-Zumar; 45.
وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِالْآخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
Artinya : Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.
11. Surat al-Mujadalah;19.
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ
الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُون
Artinya : Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.
12. Surat al-Ra’du;28
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
13. Surat al- Kahfi;28.
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا .
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
14. Surat Thaha;14.
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya : Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Memperhatikan ayat-ayat di atas, maka makna dzikir ditemukan dua macam, yaitu dzikir dalam bentuk lisan dan dzikir dalam bentuk qalbu. Dzikir lisan ialah menyebut atau membaca asma’ Allah, sifat Allah, Zat Allah, apakah bacaan itu dilakukan melalui ibadah khusus misalnya seperti shalat, membaca al-Qur’an, istighfar, tasbih, tahmid, takbir, ta’zhim, dan tahlil serta dilakukan secara rutin dan teratur atau melalui bacaan lain yang bukan teratur. Sedangkan dzikir qalbu adalah membaca dengan gerakan hati pada bentuk dzikir tertentu, tanpa diiringi oleh lidah (lisan) dan dilakukan secara sendiri-sendiri, tanpa dilembaga-kan atau bimbingan seorang mursyid dan dilaku-kan secara rutin. Pada dzikir qalbu tidak ada batas waktu dan dapat dilakukan sepanjang waktu, serta mempunyai metodologi khusus, sehingga dzikir tersebut mengandung energi (kekuatan) yang paling dahsyad, melebihi energi dari temuan fisika moderen. Misalnya, Sijjil, kenapa lebih dahsyat dari otom-atom dan mampu mengalahkan tentera Abrahah di Makkah dan banyak lain lagi, sedangkan pada dzikir lisan dibatasi oleh waktu dan tertentu pelaksanaannya.
Allah mengecam orang yang tak mau berdzikir yang ditandai oleh perbuatannya melanggar aturan Allah. Wahai para pelangar hukum dan para pendurhaka, bukalah mata hatimu yang telah buta dan tertutup selama ini sebab matamu masih nyalang dan begitu berani melanggar hukum dan berani durhaka kepada Allah SWT, yang buta bukan kedua matamu tetapi yang sungguh-sungguh buta dan tertutup adalah mata hatimu (Q.S.20:124-125 )
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".
B. ZIKIR DALAM HADIS
Hadis-hadis yang menjadi landasan tentang zikir adalah sebagai berikut:
1. Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhariy:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّهُ مَعَكُمْ إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ [1]
Artinya: “…dari Abu Musa al-‘Asy’ariy ra. berkata, kami pernah bersama Nabi saw. (dalam sebuah perjalanan). Ketika kami mendekati sebuah lembah, maka kami bertahlil dan bertakbir dengan suara keras. Maka Nabi saw. bersabda: Wahai manusia, kasihanilah diri kalian, karena kalian tidak menyeru yang tuli dan jauh. Sesungguhnya Dia bersama kalian, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi dekat.”
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أُسَامَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابْنِ لَبِيبَةَ أَنَّ سَعْدَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيُّ وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي [2]
Artinya: “…Sa’d ibn Malik berkata, aku mendengar Nabi saw. bersabda bahwa sebaik-baik zikir adalah yang tersembunyi dan sebaik-baik rezki adalah apa yang mencukupi.”
3. Hadis Ibnu Abbas
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ [3]
Artinya: “…dari Ma’bad Maula Ibn Abbas, ia mengabarkan bahwa Ibn Abbas memberitahu kannya, bahwasanya menyaring kan suara saat berzikir seusai orang-orang mengerjakan shalat fardhu pernah dilakukan pada masa Nabi saw. Selanjutnya Ibn Abbas berkata: Aku mengetahuinya dan mendengarnya apabila mereka telah selesai dari shalatnya dan hendak meninggalkan Masjid.”
Hadis tersebut menyatakan bahwa berzikir dengan suara nyaring itu telah dilakukan di zaman Nabi saw., dan beliau sendiri tidak melarangnya. Ini dinamakan dengan sunnah taqririyah.[4]
4. Hadis Abu Said.
حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا دَرَّاجٌ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ اللَّهِ حَتَّى يَقُولُوا مَجْنُونٌ [5]
Artinya: “…dari Abu Sa’id al-Khudriy, dari Rasululllah saw. bahwasanya ia bersabda: perbanyaklah berzikir kepada Allah sehingga mereka berkata: sesungguhnya ia itu orang gila.”
Hadis di atas menurut Ahmad Dimyathi secara implisit (tersirat) bahwa Nabi saw. menganjurkan kepada umatnya agar ketika berzikir itu dengan suara nyaring, karena jika berzikirnya seseorang itu dengan suara pelan/lembut, jelas tuduhan sebagai orang gila itu tidak mungkin terjadi.[6]
5. Hadis tentang Zikir Berjama’ah
Bagi orang-orang yang memperbolehkan zikir bersama ini beralasan kepada beberapa hadis yang berkaitan dengan keutamaan majelis zikir. Di antara hadis-hadis tersebut adalah:
1. حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً[7]
Artinya: …dari Abu Hurairah ra. Nabi saw. bersabda: Allah Ta’ala berfirman: Aku bergantung persangkaan hamba-Ku. Dan Aku akan selalu bersama hamba-Ku, selagi ia berzikir kepada-Ku. Jika ia berzikir sendirian, maka Aku pun akan mengingatnya sendirian. Kalau ia berzikir kepada-Ku di tengah keramaian, maka Aku pun akan mengingatnya di tengah keramaian yang lebih baik lagi. Jika ia dekat mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.
Sisi pengambilan dalil dalam riwayat tersebut adalah ucapan:”…Kalau ia berzikir kepada-Ku di tengah keramaian,” menunjukkan diperbolehkannya zikir berjama’ah.
2. حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مَرْحُومُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ أَبِي نَعَامَةَ السَّعْدِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ مُعَاوِيَةُ عَلَى حَلْقَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا أَجْلَسَكُمْ قَالُوا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ قَالَ آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ قَالُوا وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَمَا كَانَ أَحَدٌ بِمَنْزِلَتِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَلَّ عَنْهُ حَدِيثًا مِنِّي وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ مَا أَجْلَسَكُمْ قَالُوا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ قَالُوا وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمْ الْمَلَائِكَة[8]
Artinya: …hadis ini telah dikeluarkan oleh Muawiyah ra. Bahwasanya Rasulullah saw. Pernah keluar menuju halaqah (lingkaran) dari pada sahabatnya di dalam masjid. Kemudian ia pun bertanya: apakah yang membuat kalian duduk di sini? Mereka menjawab: kami duduk-duduk untuk berzikir kepada Allah. Rasulullah bertanya lagi: Allah! Hanya itu yang yang mendorong kalian duduk-duduk di sini?, mereka menjawab: demi Allah, kami tidak duduk di sini melainkan karena niat seperti itu. Rasul pun bersabda: ketahuilah, sesungguhnya aku tidak meminta kalian bersumpah karena suatu prasangka terhadap kalian…riwayat lain mengatakan sesungguhnya Rasullullah saw keluar menuju halaqah (lingkaran) dari pada sahabatnya di dalam masjid. Kemudian ia pun bertanya: apakah yang membuat kalian duduk di sini? Mereka menjawab: kami duduk-duduk untuk berzikir kepada Allah dan memuji-Nya atas hidayah Islam yang diberikan-Nya kepada kami serta menganugerahkan Islam kepada kami. Rasulullah bertanya lagi: Allah! Hanya itu yang yang mendorong kalian duduk-duduk di sini?, mereka menjawab: demi Allah, kami tidak duduk di sini melainkan karena niat seperti itu. Rasul pun bersabda: ketahuilah, sesungguhnya aku tidak meminta kalian bersumpah karena suatu prasangka terhadap kalian. Akan tetapi tadi jibril datang menemuiku dan memberitahu bahwa Allah SWT membanggakan kalian di hadapan para malaikat.
Hadis ini menyebutkan, betapa Allah membangga-banggakan di hadapan para malaikat-Nya terhadap orang-orang yang berzikir di majelis zikir.
3. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَقَ يُحَدِّثُ عَنْ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ أَنَّهُ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ و حَدَّثَنِيهِ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ [9]
Artinya: … dari Abu Hurirah dan Abu Sa’id al-Khudriy, keduanya telah menyaksikan Rasulullah saw bersabda: Tidaklah duduk suatu kaum berzikir menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla melainkan dinaungilah mereka oleh para malaikat, dipenuhi mereka oleh rahmat Allah dan diberikan ketenangan kepada mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya….
Sama halnya dengan hadis sebelumnya, hadis ini menerangkan bahwa zikir secara berjam’ah (beramai-ramai) sangat baik dan sangat banyak faedahnya, yakni mereka dinaungi oleh para malaikat, dipenuhi rahmat Allah, diberikan ketenangan bathin dan nama-nama mereka disebut-sebut oleh Allah dihadapan para malaikat-Nya.
4. وَبِهَذَا الْإِسْنَادِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَيُعْلَمُ أَهْلُ الْجَمْعِ مِنْ أَهْلِ الْكَرَمِ فَقِيلَ وَمَنْ أَهْلُ الْكَرَمِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَجَالِسُ الذِّكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ[10]
Artinya: …Rasulullah saw. Bersabda. Allah ‘Azza wa Jalla akan berfirman pada hari kiamat: semua golongan akan tahu siapakah golongan yang paling mulia. Rasulullah saw. ditanya,”siapakah golongan yang paling mulia itu ya Rasulullah?”, Rasulullah pun menjawab: Golongan majelis-majelis zikir.
Hadis qudsi ini menyatakan bahwa majelis zikir adalah majelis yang paling mulia di hari kiamat kelak, manusia akan menyaksikan kemuliaan orang-orang yang suka berzikir di majelis zikir.
5. حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا عُمَارَةُ عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ إِذَا لَقِيَ الرَّجُلَ مِنْ أَصْحَابِهِ يَقُولُ تَعَالَ نُؤْمِنْ بِرَبِّنَا سَاعَةً فَقَالَ ذَاتَ يَوْمٍ لِرَجُلٍ فَغَضِبَ الرَّجُلُ فَجَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَرَى إِلَى ابْنِ رَوَاحَةَ يُرَغِّبُ عَنْ إِيمَانِكَ إِلَى إِيمَانِ سَاعَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ رَوَاحَةَ إِنَّهُ يُحِبُّ الْمَجَالِسَ الَّتِي تُبَاهَى بِهَا الْمَلَائِكَةُ عَلَيْهِمْ السَّلَام [11]
Artinya: …Nabi saw. bersabda: Semoga Allah menyayangi Ibn Rawahah, karena ia mencintai majelis zikir yang mana para malaikat saling bermegah-megahan dengan majelis itu.
Hadis di atas juga menyebutkan bahwa orang yang mencintai majelis zikir, ia akan disayangi oleh Allah yang bersifat al-Rahman dan al-Rahim.
6. حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ رَاشِدِ بْنِ يَحْيَى قَالَ أَبِي قَالَ حَسَنٌ الْأَشْيَبُ رَاشِدٌ أَبُو يَحْيَى الْمَعَافِرِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ عَنِ ابْنِ عَمْرٍو قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا غَنِيمَةُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ قَالَ غَنِيمَةُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ الْجَنَّةُ[12]
Artinya: …dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar ra. Berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah, ya Rasulullah Apa ganjaran (balasan) dari majelis zikir? Beliau pun menjawab, ganjaran (balasan) majelis zikir adalah surga.
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa berzikir di majelis zikir itu sangat besar balasannya yakni pelakunya akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan nan abadi.
7. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِي قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا وَتَحْمِيدًا وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنْ النَّارِ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمْ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ رَوَاهُ شُعْبَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ وَلَمْ يَرْفَعْهُ وَرَوَاهُ سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ[13]
Artinya: … Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berzikir. Ketika mereka menjumpai suatu kaum yang sedang berzikir, mereka (malaikat) pun saling memanggil: kemarilah kepada kebutuhan yang kalian cari-cari. Maka mereka (para malaikat) pun memenuhi majelis zikir itu dengan sayap-sayap mereka sehingga –barisan mereka– sampai ke langit dunia. Maka Rabb mereka pun bertanya kepada mereka (dan Dia lebih tahu tentang orang-orang di majelis zikir itu): “Apakah yang diucapkan oleh hamba-hamba-Ku itu?” Para malaikat itu pun menjawab: ”Mereka bertasbih kepada-Mu, bertakbir kepada-Mu, bertahmid kepada-Mu dan mengagungkan-Mu.”Allah bertanya: ”Apakah mereka melihat-Ku?” Mreka (para malaikat) menjawab: ”Tidak, demi Allah ya Rabb, mereka tidak melihat-Mu,” Allah pun bertanya: ”Bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?” mereka (para malaikat) menjawab: ”Seandainya mereka melihat-Mu, pasti mereka lebih serius lagi beribadah kepada-Mu, lebih semangat lagi dalam mengagungkan-Mu, serta lebih banyak dalam bertasbih kepada-Mu. ”Allah pun bertanya lagi, ”Apa yang mereka minta kepada-Ku?” mereka (para malaikat) menjawab: ”Mereka meminta surga kepada-Mu.” Allah bertanya, “Apakah mereka pernah melihatnya?“ Mereka (para malaikat) berkata, “Tidak, demi Allah ya Rabb, mereka tidak melihatnya. ”Allah pun bertanya, “Bagaimana seandainya mereka melihatnya?” Mereka (para malaikat) menjawab, “Seandainya mereka melihatnya, pastilah mereka lebih keras keinginan terhadapnya, lebih bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya, dan lebih besar lagi semangat terhadapnya.” Allah pun bertanya lagi, ”Mereka berlindung dari apa?.” Mereka (para malaikat) menjawab, “Mereka berlindung dari api neraka.”Allah bertanya, “Apakah mereka telah melihatnya?” Mereka (para malaikat) menjawab, “Tidak, demi Allah ya Rabb, mereka belum pernah melihatnya.” Allah pun bertanya, ”Bagaimana seandainya mereka telah melihatnya?” Mereka (para malaikat) menjawab, ”Seandainya mereka telah melihatnya, pastilah mereka lebih keras lagi dari padanya, dan lebih sangat lagi rasa takutnya.” Maka Allah pun berfirman, “Sesungguhnya Aku mempersaksikan kepada kalian, bahwa Aku benar-benar telah mengampuni mereka.” Maka salah seorang malaikat dari para malaikat itu berkata, “Di tengah-tengah mereka ada si Fulan yang tidak termasuk -ikut bezikir- dengan mereka, sesungguhnya ia datang hanya untuk memenuhi suatu kebutuhan.” Allah pun berfirman, “Mereka adalah kaum yang pahala (ganjarannya) tidak bisa dihalangi oleh orang yang duduk bersama mereka.
Hadis di atas menjelaskan bahwasanya majelis zikir itu adalah suatu majelis yang dicari-cari dan dihadiri oleh malaikat. Mereka memenuhi majelis zikir itu dengan sayap-sayap mereka sehingga barisan mereka sampai ke langit dunia. Dan Allah pun menyatakan di hadapan para malaikat, bahwa Dia telah mengampuni dosa-dosa setiap orang yang hadir di majelis zikir itu.
8. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي عَبْدُ السَّلَامِ يَعْنِي ابْنَ مُطَهَّرٍ أَبُو ظَفَرٍ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ خَلَفٍ الْعَمِّىُّ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَعِيلَ وَلَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مَنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً [14]
Artinya: …Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, duduk bersama sekelompok orang yang berzikir kepada Allah ta’ala mulai dari shalat subuh hingga matahari terbit, lebih aku sukai daripada membebaskan empat budak dari keturunan Ismail. Duduk bersama sekelompok orang yang berzikir kepada Allah mulai dari shalat Ashar hingga matahari tenggelam, lebih aku sukai daripada membebaskan empat budak lainnya.”
Demikianlah di antara hadis-hadis tentang keutamaan majelis zikir, dan banyak lagi hadis-hadis lain yang semakna dengan hadis-hadis di atas yang diriwayatkan berkaitan dengan keutamaan majelis zikir dan keutamaan berkumpul untuk berzikir.[15]
Dalam hadis lain disebutkan :
لا تقوم السا عة على احد يقول الله الله
Artinya; Hari kiamat tidak akan datang kepada seseorang yang mengucapkan Allah- Allah.
Dalam hadis diterangkan pula:
أنـا مع عبدى ما ذكرنى وتحرك لسانه بذكرى
Artinya : Saya (Tuhan) bersama hamba-Ku selama hamba-Ku menyebut nama-Ku dan bergerak lidahnya menyebut namu-Ku.
C. PEMAHAMAN DALIL-DALIL DZIKIR
Kesadaran hati untuk selalu dekat dengan Allah, terucap atau pun sekedar guratan jiwa yang bisu, adalah di antara bentuk zikir kepada-Nya. Sementara lisan (lidah) sebagai mediator tutur bahasa dan permohonan cuma penyampai pesan yang terpatri di dalam hati.
Berzikir –menyebut, mengingat dan menyapa– seyogyanya proporsional. Bukankah tradisi komunikasi manusia mengajarkan kalau suara keras dan lantang pertanda objek interaksi berada jauh dari sang penutur awal, sehingga dengan itu diharapkan lawan bicara dapat mendengarnya dengan baik, sedangkan bila mukhatab hadir dengan jarak yang dekat dan dapat pula mendengar dengan baik, maka bahasa sapaan mestilah dengan suara yang lembut, apalagi tuturan (zikir) itu ditujukan kepada Allah.
Sebagai zat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat, Allah tidak perlu diseru dengan suara yang keras, lebih-lebih Dia Maha Dekat, lebih dekat dari urat leher manusia, seperti firman Allah SWT berikut:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.
Surah al-A’raf ayat 205 menjelaskan dengan terang bahwa berzikirlah kepada Allah SWT dalam hati (jiwa) secara lembut, dan tidak dengan keras (jahar):
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ [16]
Artinya: Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
Firman Allah tersebut menjelaskan bahwa cara berzikir yang syar’i itu ada empat macam:
1. Tadharru’an, artinya merendahkan diri
2. Khufyatan, artinya dengan suara yang lembut
3. Khifatan, artinya dengan disertai rasa takut
4. Duna al-jahri min al-qauliy, artinya dengan tidak mengeraskan suara atau di dalam hati.
Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan maksud ayat ini yaitu hendaklah zikir tersebut dengan tidak mengeraskan suara. Ia juga menyebutkan bahwa para ulama memahami ayat ini dengan membagi zikir kepada dua kategori, pertama dalam hati dan kedua tidak mengeraskan suara. Keduanya diperintahkan oleh ayat di atas. Adapun zikir yang keras, tidak disinggung dalam ayat ini. Itu bukan berarti tidak dapat dinamai zikir, hanya saja kurang sesuai dengan tata krama mengagungkan Allah SWT. Selanjutnya ia pun mengutip hadis di atas tentang teguran Nabi saw. kepada sahabat beliau yang berzikir keras di malam hari sebagai penjelas dari ayat tersebut.[17]
Kalau dalam surat al-A’raf ayat 205 dikatakan tentang adab berzikir, maka surat al-A’raf ayat 55 menjelaskan tentang adab berdo’a kepada Allah SWT:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِين [18]
Artinya: Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Ayat ini mencakup syarat dan adab berdo’a kepada Allah SWT, yaitu khusyu’ dan ikhlas bermohon kepada Yang Maha Esa dengan suara yang tidak keras, sehingga memekakkan telinga, serta tidak pula bertele-tele sehingga terasa dibuat-buat. Hal ini adalah suatu bentuk perlampauan batas. [19]
Dalam beberapa kitab tafsir lebih jelas lagi diungkapkan bahwa kata-kata :
1. تَضَرُّعًا وَخِيفَةً maknanya dalam kitab tafsir Ibn Katsir adalah:
اذكر ربك في نفسك رغبة ورهبة بالقول لا جهرا [20]
Artinya: Berzikirlah kamu kepada Tuhanmu dalam jiwamu dengan penuh harap dan penuh rasa takut dan dengan kata-kata yang tidak dikeraskan.
Al-Maraghi menjelaskan bahwa:
التضرع : إظهار الضراعة : الذلة والضعف والخضوع [21]
(Menunjukkan ke-khusyu’-an dan kerendahan hati)
الخيفة : حالة الخوف والخشية (Dalam keadaan takut) [22]
sementara al-Thabariy memberikan makna:
التضرع : الميل إلى المتضرع إليه والرغبة فيه والتقرب منه [23]
(penuh harap dalam mendekatkan diri kepada Allah).
الخيفة : اتقائه والرهبة والتعبد عنه [24]
(Takut [ancaman Tuhan] dan penuh pengabdian)
Dari beberapa makna تَضَرُّعًا وَخِيفَةً di atas, terlihatlah bahwa hendaklah seorang muslim itu berzikir kepada Allah dengan jiwa penuh kekhusu’an yang tinggi kepada Allah disertai dengan rasa takut akan ancaman Allah, semuanya adalah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. دون الجهر من القول maknanya menurut tafsir ibn Katsir adalah :
يستحب أن يكون الذكر خفيا لا يكون نداء وجهرابليغا [25]
Disunatkan untuk berzikir secara sembunyi (sir), dan tidak zikir jahar.
Al-Maraghi juga menyebutkan bahwa:
دون الجهر: ذكرا دون الجهر برفع الصوت وفوق التخافت والسر[26]
(tanpa mengeraskan suara)
Lebih lanjut Ibn Katsir juga menjelaskan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya oleh seorang Arab Badui dalam sebuah hadis:
حدثنا محمد يحي حدثنا محمد بن حميد حدثنا جرير عن عبدة السجستانى عن الصلب بن حكيم عن أبيه عن جده أن اعرابى أراه للنبى ص م فقال أقريب ربنا فننا جيه أم بعيد فنناديه ؟ فسكت عنه فأ نزل الله (وإذا سألك عبادى فإنى قريب ) [27]
Artinya: …Apakah Tuhan kita itu dekat? maka kami bermunajat kepada-Nya, atau Dia jauh, maka kami memanggil-Nya.
Sesuai dengan ayat di atas, maka Nabi saw. telah meneladankan tuntunan berzikir kepada manusia dalam hadisnya:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّهُ مَعَكُمْ إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ [28]
“…dari Abu Musa al-‘Asy’ariy ra. berkata, kami pernah bersama Nabi saw. (dalam sebuah perjalanan). Ketika kami mendekati sebuah lembah, maka kami bertahlil dan bertakbir dengan suara keras. Maka Nabi saw. bersabda : Wahai manusia, kasihanilah diri kalian, karena kalian tidak menyeru yang tuli dan jauh. Sesungguhnya Dia bersama kalian, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi dekat.”
Hadis di atas menggambarkan bahwa ketika para sahabat coba-coba berzikir dengan suara nyaring atau bersuara keras, maka mereka pun diingatkan oleh Rasulullah saw. “Kasihanilah diri kalian, karena kalian tidak menyeru yang tuli dan jauh”.
Kata ارْبَعُو seperti dijelaskan oleh al-‘Astqalaniy berarti:
ارفقوا أو انتظروا أو أمسكوا عن الجهر وقفوا عنه أو اعطفوا عليها بالرفق بها والكف عن الشدة [29]
Artinya: “Tahanlah diri kalian dari mengeras dan mengedarkan tuturan (zikir) serta (cukuplah) dengan suara yang lunak dan lembut.”
Pendapat tentang zikir sir inilah yang yang menjadi pegangan para ulama salaf, mayoritas sahabat dan tabi’in. Demikianlah penjelasan al-Thabariy seperti yang dinukilkan oleh al-Asqalaniy dan al-Qasthalaniy. [30]
Al-Thabariy juga menambahkan hadis ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ mengindikasikan makruh-nya mengangkat (mengeraskan) suara saat berdoa dan berzikir kepada Allah :
فيه كراهية رفع الصوت بالدعاء والذكر [31]
Adapun hadis tentang zikir jahar (keras dan nyaring) yang pernah didengar oleh Ibn Abbas dari Rasulullah saw. bukan berarti menunjukkan syari’at zikir itu secara jahar, seperti yang diperpegangi sekelompok orang. Tidak mungkin seorang utusan (Rasul) melanggar titah pengutusnya (Allah) yang secara eksplisit telah menerangkan etika berdo’a dan berzikir kepada-Nya (QS. Al-A’raf: 205).
Tidak disangkal memang, terkadang Rasulullah berzikir dengan mengeraskan suaranya setelah melaksanakan shalat fardhu bersama para sahabat, sehingga ada sahabat yang mendengar apa yang diucapkan Nabi saw., seperti takbir, tahmid dan tasbih. Tetapi tindakan itu sesekali saja (insidental) diperbuat Rasulullah karena untuk mengajarkan para sahabatnya tentang bacaan zikir setelah shalat.
Imam Syafi’iy seperti dikutip pendapatnya oleh Imam Nawawiy menyatakan ada faktor eksternal (lain) yang menyebabkan Nabi saw. mengeraskan bacaan zikirnya. Misi pendidikan dan pengajaran itu sewaktu-waktu perlu dicontohkan kepada umatnya:
...أنهم جهروا به وقتا يسيرالأجل تعليم صفة الذكر لا أنهم داوموا على الجهر به ...[32]
Artinya: “Sesekali mereka mengeraskan bacaan zikir karena untuk mengenal bentuk zikir, dan tindakan itu tidak selamanya berlaku (dalam tradisi ritual mereka).”
Dukungan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal semakin menandaskan bahwa sebagusnya zikir itu terhujam di lubuk hati tanpa teriakan suara yang keras dan nyata :
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أُسَامَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابْنِ لَبِيبَةَ أَنَّ سَعْدَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيُّ وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي [33]
Artinya: “…Sa’id ibn Malik berkata, aku mendengar Nabi saw. bersabda bahwa sebaik-baik zikir adalah yang tersembunyi dan sebaik-baik rezki adalah apa yang mencukupi.”
Dengan suara yang lembut, orang lain tidak terganggu dan sang pezikir pun akan terhindar dari sifat riya` dalam beribadah.
Ulama mengelompokkan zikir itu kepada dua bagian yaitu: zikir qalbiy dan zikir lisaniy. Selain itu, ada pula yang membagi zikir itu kepada tiga bentuk, yaitu: zikir qalbiy (al-zikir bi al-jannan), zikir dengan lidah (al-zikr bi al-lisan) dan zikir dengan anggota badan (al-zikr bi al-arkan). [34]
Zikir hati yang dipadu dengan gerakan lidah semakin tampak bekasnya, karena guratan hati yang terucap itu merupakan bagian dari bentuk kesyukuran dan zikir kepada Allah SWT.
Allah berfirman :
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ [35]
Artinya:Dan terhadap ni'mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).
Ayat ini menurut Hasan al-Himshiy merupakan bentuk percontohan, di mana seorang hamba dibolehkan untuk mengekspos nikmat yang dia terima dari Allah dengan menyebut dan menampakkan manfaat anugerah itu terhadap khalayak manusia. Inilah di antara bentuk terimakasih manusia dan zikir mereka kepada Tuhan. [36]
Menyoal zikir lisan, yang ditetapkan oleh mayoritas ulama terbagi kepada dua bagian yaitu zikir lisan dengan sir dan zikir lisan dengan jahar.
Untuk melihat tuntunan zikir lisan dengan jahar berikut akan dikemukakan landasannya dari hadis Rasulullah sebagaimana yang telah disebutkan pada bab sebelumnya:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ [37]
Artinya:“…dari Ma’bad maula Ibn Abbas, ia mengabarkan bahwa Ibn Abbas memberitahukannya, bahwasanya menyaring kan suara saat berzikir seusai orang-orang mengerjakan shalat fardhu pernah dilakukan pada masa Nabi saw. Selanjutnya Ibn Abbas berkata: Aku mengetahuinya dan mendengarnya apabila mereka telah selesai dari shalatnya dan hendak meninggalkan Masjid.”
Hadis di atas menggambarkan suatu peristiwa yang pernah berlangsung pada masa Rasulullah saw. ketika selesai shalat Fardhu berjama’ah. Kejadian itu pernah disaksikan oleh sahabat Ibn Abbas yang kala itu (menurut informasi ‘Iyadh) masih kanak-kanak. Tetapi apakah tindakan itu selalu dilakukan setiap selesai shalat atau kejadiannya sesekali saja?.
Dalam Nail al-Authar disebutkan lafadz “كان “ tidak mengharuskan proses yang terus menerus dan berulang-ulang, tetapi lafadz tersebut bisa berarti hanya sekedar فعل ماض yang menunjukkan kejadiannya sekali saja.[38]
Perkataan ibn Abbas “كنت أعلم “ terkandung ketidakterbatasan pengetahuan berdasarkan perkara yang dilandasi perkiraan yang kuat (إطلاق العلم على الأمر المستند إلى الظن الغالب )[39]
Dalam Syarh al-Nawawiy juga disebutkan hadis ini dalam bab “رفع الصوت بالذكر “ (menyaringkan suara dalam berzikir). Di sana disebutkan bahwa ini merupakan dalil tentang pendapat sebagian salaf mengenai sunat mengeraskan suara takbir dan zikir seusai sholat wajib. Di antara ulama Mutaakhkhirin yang menganjurkannya ialah Ibn Hazm al-Zhahiriy. Ibn Bathal dan lain-lainya menyatakan bahwa tidak ada anjuran mengeraskan suara zikir dan takbir tersebut.[40]
Kalimat كان على عهد رسول الله ص م dalam Fath al-Bariy bi Syarh Shahih al-Bukhariy disebutkan bahwa di sini terkandung dalil pembolehan zikir dengan suara keras sesudah sholat (فيه دليل على جواز الجهر بالذكر عقب الصلاة)[41]
Imam al-Thabariy mengomentari hadis ini dengan:
فيه الإبانة عن صحة ما كان يفعله بعض الأمراء من التكبير عقب الصلاة[42]
Artinya: “Hadis ini menjelaskan tentang keabsahan sebagian tindakan para pemimpin (kaum muslimin) yang bertakbir (jahar) setelah shalat.”
Pernyataan tersebut dikomentari Ibn Bathal bahwa tindakan zikir jahar itu tidak pernah disandarkan pada seseorangpun dari orang-orang salaf, kecuali yang dikisahkan Ibn Hubaib dalam kitab “al-Wadihah” bahwa mereka suka ber-takbir- di tengah pasukan perang seusai sholat Subuh dan Isya dengan suara yang keras sebanyak tiga kali (أنهم كانوا يسحبون التكبير فى العساكر عقب الصبح والعشاء تكبيرا عاليا ثلاثا )
Ibn Bathal berkata dalam “العتبية “ disebutkan dari Malik bahwa yang demikian itu merupakan perkara baru yang diada-adakan (أن ذالك محدث ).[43]
Al-Nawawiy menambahkan, al-Syafi’iy menafsirkan hadis ini:
أنهم جهروا به وقتايسير الأجل تعليم صفة الذكر لا أنهم داوموا على الجهربه [44]
Artinya: Bahwa mereka (para sahabat) mengeraskan suara selama jangka waktu yang tidak terlalu lama, karena zikir dengan suara keras (jahar) itu dimaksudkan untuk mengajarkan sifat zikir, bukan karena mereka terus menerus menjaharkan suara zikir.
Bahkan nukilan Imam al-Nawawiy itu memberikan pilihan kepada pezikir, seperti berikut:
والمختار أن الإمام والمأموم يخفيان الذكر إلا إن احتيج إلى التعليم [45]
Artinya: “Sebaiknya para Imam dan Makmum menyembunyikan (mensiarkan) zikirnya kecuali untuk pembelajaran (bagi orang lain).
Dari paparan syarh hadis di atas, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Syafi’iy di atas bahwa men-jahar-kan suara zikir seusai sholat itu berlangsung tidak seberapa lama, boleh jadi satu, dua atau tiga kali, atau mungkin satu, dua atau tiga hari, tidak selama-lamanya, karena Rasulullah saw. hanya ingin mengajarkan zikir itu kepada para sahabatnya.
Zikir berjama’ah atau zikir bersama yang dalam bahasa Arab dikenal dengan al-Zikr al-Jama’iy terdiri dari dua kata, yaitu al-dzikr dan al-jama’iy. Yang dimaksud dengan kata al-dzikr itu sudah penulis ungkapkan pada bab II. Sedangkan yang dimaksud dengan al-Dzikr al-Jama’iy sebagaimana pendapat al-Khumais adalah zikir bersama yang biasa dilakukan oleh sebahagian kaum muslimin. Seperti zikir bersama sesudah shalat wajib atau waktu dan kondisi lain yang mana mereka berkumpul bersama-sama untuk melantunkan zikir, do’a dan wirid di bawah seorang komando maupun tanpa komando.[46]
Pasca pencegahan “bid’ah” zikir berjama’ah oleh para sahabat sukses dilakukan, tradisi zikir bersama itu kembali mencuat dan tumbuh serta berkembang sejak khalifah al-Makmun yang menyerukan agar umat Islam setiap selesai shalat wajib lima waktu bertakbir. Hal itu telah dimulai Sultan (Khalifah al-Makmun) sejak akhir bulan Ramadhan tahun 216 H, dari masjid al-Madinah dan al-Rashafah.[47]
Fenomena zikir bersama yang hari ini sedang marak-maraknya mempunyai format yang amat bervariasi. Mulai dari istighfar, tasbih, tahmid dan tahlil yang dimotori oleh imam shalat, namun ada pula yang berkumpul di suatu tempat lalu beristighfar serta diselingi dengan beberapa taushiyah keagamaan yang dipimpin oleh seorang mursyid. Kesemua perilaku zikir berjama’ah yang dilaksanakan sebahagian umat Islam dunia “sepertinya” telah mendapatkan legitimasi dari Rasulullah saw.
Menurut keyakinan mereka yang melakukan zikir bersama ini, justifikasi zikir jama’iy itu jelas bersumber dari Rasulullah saw., bukankah beliau telah bersabda:
9. حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً[48]
Artinya: …dari Abu Hurairah ra. Nabi saw. bersabda: Allah Ta’ala berfirman: Aku bergantung persangkaan hamba-Ku. Dan Aku akan selalu bersama hamba-Ku, selagi ia berzikir kepada-Ku. Jika ia berzikir sendirian, maka Aku pun akan mengingatnya sendirian. Kalau ia berzikir kepada-Ku di tengah keramaian, maka Aku pun akan mengingatnya di tengah keramaian yang lebih baik lagi. Jika ia dekat mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.
10. حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مَرْحُومُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ أَبِي نَعَامَةَ السَّعْدِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ مُعَاوِيَةُ عَلَى حَلْقَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا أَجْلَسَكُمْ قَالُوا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ قَالَ آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ قَالُوا وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَمَا كَانَ أَحَدٌ بِمَنْزِلَتِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَلَّ عَنْهُ حَدِيثًا مِنِّي وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ مَا أَجْلَسَكُمْ قَالُوا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ قَالُوا وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمْ الْمَلَائِكَة[49]
Artinya:…hadis ini telah dikeluarkan oleh Muawiyah ra. Bahwasanya Rasulullah saw. Pernah keluar menuju halaqah (lingkaran) dari pada sahabatnya di dalam masjid. Kemudian ia pun bertanya: apakah yang membuat kalian duduk di sini? Mereka menjawab: kami duduk-duduk untuk berzikir kepada Allah. Rasulullah bertanya lagi: Allah! Hanya itu yang yang mendorong kalian duduk-duduk di sini?, mereka menjawab: demi Allah, kami tidak duduk di sini melainkan karena niat seperti itu. Rasul pun bersabda: ketahuilah, sesungguhnya aku tidak meminta kalian bersumpah karena suatu prasangka terhadap kalian…riwayat lain mengatakan sesungguhnya Rasullullah saw keluar menuju halaqah (lingkaran) dari pada sahabatnya di dalam masjid. Kemudian ia pun bertanya: apakah yang membuat kalian duduk di sini? Mereka menjawab: kami duduk-duduk untuk berzikir kepada Allah dan memuji-Nya atas hidayah Islam yang diberikan-Nya kepada kami serta menganugerahkan Islam kepada kami. Rasulullah bertanya lagi: Allah! Hanya itu yang yang mendorong kalian duduk-duduk di sini?, mereka menjawab: demi Allah, kami tidak duduk di sini melainkan karena niat seperti itu. Rasul pun bersabda: ketahuilah, sesungguhnya aku tidak meminta kalian bersumpah karena suatu prasangka terhadap kalian. Akan tetapi tadi jibril datang menemuiku dan memberitahu bahwa Allah SWT membanggakan kalian di hadapan para malaikat.
11. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَقَ يُحَدِّثُ عَنْ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ أَنَّهُ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَه[50]
Artinya:… dari Abu Hurirah dan Abu Sa’id al-Khudriy, keduanya telah menyaksikan Rasulullah saw bersabda: Tidaklah duduk suatu kaum berzikir menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla melainkan dinaungilah mereka oleh para malaikat, dipenuhi mereka oleh rahmat Allah dan diberikan ketenangan kepada mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya….
12. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِي قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا وَتَحْمِيدًا وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنْ النَّارِ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمْ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ رَوَاهُ شُعْبَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ وَلَمْ يَرْفَعْهُ وَرَوَاهُ سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ[51]
Artinya:… Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berzikir. Ketika mereka menjumpai suatu kaum yang sedang berzikir, mereka (malaikat) pun saling memanggil: kemarilah kepada kebutuhan yang kalian cari-cari. Maka mereka (para malaikat) pun memenuhi majelis zikir itu dengan sayap-sayap mereka sehingga –barisan mereka– sampai ke langit dunia. Maka Rabb mereka pun bertanya kepada mereka (dan Dia lebih tahu tentang orang-orang di majelis zikir itu): “Apakah yang diucapkan oleh hamba-hamba-Ku itu?”. Para malaikat itu pun menjawab:”Mereka bertasbih kepada-Mu, bertakbir kepada-Mu, bertahmid kepada-Mu dan mengagungkan-Mu.”Allah bertanya,” Apakah mereka melihat-Ku?” Mereka (para malaikat) menjawab:”Tidak, demi Allah ya Rabb, mereka tidak melihat-Mu.” Allah pun bertanya :”Bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?” mereka (para malaikat) menjawab:”Seandainya mereka melihat-Mu, pasti mereka lebih serius lagi beribadah kepada-Mu, lebih semangat lagi dalam mengagungkan-Mu, serta lebih banyak dalam bertasbih kepada-Mu.”Allah pun bertanya lagi,”Apa yang mereka minta kepada-Ku?” mereka (para malaikat) menjawab: ”Mereka meminta surga kepada-Mu”. Allah bertanya: “Apakah mereka pernah melihatnya? “Mereka (para malaikat) berkata:”Tidak, demi Allah ya Rabb, mereka tidak melihatnya.”Allah pun bertanya: “Bagaimana seandainya mereka melihatnya?” Mereka (para malaikat) menjawab: “Seandainya mereka melihatnya, pastilah mereka lebih keras keinginan terhadapnya, lebih bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya, dan lebih besar lagi semangat terhadapnya.” Allah pun bertanya lagi,”Mereka berlindung dari apa?.” Mereka (para malaikat) menjawab,“Mereka berlindung dari api neraka.”Allah bertanya,“Apakah mereka telah melihatnya?” Mereka (para malaikat) menjawab,“Tidak, demi Allah ya Rabb, mereka belum pernah melihatnya,“Allah pun bertanya,”Bagaimana seandainya mereka telah melihatnya?” Mereka (para malaikat) menjawab, ”Seandainya mereka telah melihatnya, pastilah mereka lebih keras lagi dari padanya, dan lebih sangat lagi rasa takutnya.” Maka Allah pun berfirman,“Sesungguhnya Aku mempersaksikan kepada kalian, bahwa Aku benar-benar telah mengampuni mereka. “Maka salah seorang malaikat dari para malaikat itu berkata,“Di tengah-tengah mereka ada si Fulan yang tidak termasuk -ikut bezikir- dengan mereka, sesungguhnya ia datang hanya untuk memenuhi suatu kebutuhan.“ Allah pun berfirman,“Mereka adalah kaum yang pahala (ganjarannya) tidak bisa dihalangi oleh orang yang duduk bersama mereka.”
Hadis-hadis di atas menyiratkan keutamaan zikir, majelis zikir, dan orang-orang yang senang berada dalam majelis (perkumpulan) orang-orang saleh tersebut. Sehingga disebutkan dalam hadis bahwa para malaikat mencari majelis-majelis zikir sampai saat berjumpa dengan halaqah yang mendengungkan asma Allah itu, para malaikat membentangkan sayapnya hingga melingkupi bumi dan langit.
Beberapa hadis yang menjadi pegangan dalam zikir jama’iy ini menyebutkan bahwa adanya riwayat yang berbicara tentang halaqah zikr atau pun majelis zikr yang menyiratkan makna adanya perkumpulan orang-orang yang membaca kalimah thayyibah yang dicintai Allah SWT apalagi Rasul-Nya.
Dalam Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawiy disebutkan bahwa hadis ini mengandung keutamaan zikir dan keutamaan majelis zikir serta orang-orang yang duduk bersama mereka, keutamaan majelis zikir, orang-orang yang shaleh dan barokah mereka. Menurut Qadhi ‘Iyadh ada dua gambaran tentang zikir kepada Allah, yaitu zikir dengan kalbu dan zikir dengan lisan. Zikir dengan kalbu ada dua macam, salah satu di antaranya yang sekaligus merupakan zikir paling tinggi dan paling agung, ialah memikirkan keagungan Allah, kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, kerajaan-Nya, ayat-ayat-Nya di langit dan di bumi. Disebutkan dalam sebuah hadis, sebaik-baik zikir ialah yang tersembunyi (خير الذكر الخفي ), inilah yang dimaksudkan di sini. Zikir kalbu yang kedua adalah ketika ada perintah dan larangan, lalu melaksanakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang serta menahan diri dari hal yang tidak jelas. Sedangkan zikir dengan lisan semata merupakan zikir yang paling lemah, tapi di sana tetap saja ada keutamaannya.
Muhammad ‘Aliy Baydhawiy dalam kitab al-Hadis al-Qudsiyyah menjelaskan bahwa keikutsertaan seseorang dalam majelis zikir dapat menghidupkan hati yang sudah mati. Karunia Allah akan didapatkan di sana, yaitu pada majelis-majelis zikir dan ibadah. Ini mencakup semua jenis ibadah, di antaranya mempelajari dan mengulang ilmu, membaca al-Qur`an, zikir, tahlil, dan lain sebagainya. Inilah yang dinamakan majelis-majelis yang penuh cahaya dan kehidupan (وهي تشمل أنواع العبادات من دراسة علم ومذاكرته وقرإة قران وذكر وتهليل وغيرها, فهي مجالس النور والحياة )[52]
Dalam Tuhfah al-Ahwadzy disebutkan, menurut al-Hafizh, yang dimaksud dengan majelis zikir mencakup zikir kepada Allah dengan berbagai macam zikir yang disebutkan, seperti takbir, tasbih, dan lain-lainnya. Mencakup pula membaca al-Qur`an dan berdo’a untuk kebaikan dunia akhirat.[53]
Prof. Ali Mustafa Ya’qub dalam kata pengantar buku Ahmad Dimyati membantah pendapat sementara orang yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan majelis zikir atau halaqah zikir sebagaimana disebut dalam hadis-hadis itu adalah kelompok belajar.[54] Hal ini menurut penulis bisa diterima, mengingat pada hadis nomor empat di atas di sebutkan bahwa ketika para malaikat yang baru meninggalkan majelis zikir itu ditanya oleh Allah tentang apa yang dibaca oleh hamba-hamba-Nya di dalam majelis itu, para malaikat menjawab:
قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ
“…mereka membaca tasbih, takbir, tahmid dan tamjid….”
Keterangan hadis di atas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan majelis zikir, bukanlah belajar melainkan membaca kalimah-kalimah tayyibah. Kendati belajar juga termasuk dalam pengertian zikir.
Menurut Hasan al-Bana, zikir berjamaah untuk menta’ati Allah hukumnya sunnah, apalagi bila dilaksanakan dengan tertib, maka akan mendatangkan dampak positif yang lebih luas, umpamanya, semakin akrabnya hati sesama anggota jamaah, tambah erat hubungan satu sama lain, memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang sangat berguna, saling mengajarkan ilmu satu sama lain (diskusi), menonjolkan syi’ar agama Islam, dan lain-lain sebagainya.[55]
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa adakalanya zikir berjamaah hukumnya haram, apabila dilaksanakan secara sembarangan, seperti mengganggu orang-orang yang sedang sholat atau diselingi dengan berbicara yang tidak berguna dan tertawa-tawa, atau merusak bacaan kalimah-kalimah zikir, atau membuat kalimah yang lain, dan perbuatan lain yang diharamkan. Zikir berjamaah seperti jelas haram hukumnya dan dilarang. Keharaman itu bukan karena berjamaahnya, tetapi karena merusaknya dengan sikap yang tidak baik.[56]
Ibn Taymiyyah berkata –dalam menjelaskan maksud hadis tersebut– bahwa ini hanya terjadi kadang-kadang saja, dan tidak dijadikan sebagai sunnah rattibah sebagaimana ungkapannya :
أن يكون هذا أحيانا فى بعض الأوقات, والأمكنة, فلا يجعل سنة راتبة[57]
Ia juga menyebutkan bahwa berkumpul untuk membaca al-Qur’an, berzikir dan berdo’a adalah perbuatan baik dan disunnahkan, selama hal itu tidak dijadikan sebagai kebiasaan rutin seperti halnya cara-cara berkumpul yang disyari’atkan dan selagi tidak dicampuri dengan bid’ah yang munkar.[58]
Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa:
كان الصحابة – رضى الله عنهم – يجتمعون أحيانا, يأمرون أحدهم يقرأ, والباقون يستمعون.وكان عمر بن الخطاب يقول: يا أبا موسى ذكرناربنا, فيقرأ وهم يستمعون,[59]
Artinya:(para sahabat r.a pernah berkumpul kadang-kadang, mereka memerintahkan salah seorang di antara mereka membaca, dan yang lainnya mendengarkan. Umar ibn al-Khattab berkata: Hai Abu Musa, ajaklah kami berzikir kepada Tuhan kami, lalu ia membacakan sedangkan yang lain mendengarkan)
Mengenai ungkapan hadis : وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ , Ibn Hajar al-‘Atsqalaniy mengungkapkan bahwa kata مَلَإٍ itu artinya adalah جماعة.. Namun sebahagian ahl ‘ilm menyatakan bahwa zikir al-khafiy lebih utama dari pada zikir al-jahar. [60]
Dari beberapa riwayat tentang majelis zikir, keutamaan majelis zikir, para malaikat yang mencari majelis zikir, atau para malaikat yang memayungi ahli zikir dengan sayapnya, pujian terhadap orang-orang berzikir dan pahala yang diberikan kepada orang-orang yang bezikir, maka penulis tidak menemukan bahwa zikir yang dimaksud tersebut dilakukan secara bersama-sama, serempak dan berjamaah. Kalimat-kalimat yang menyatakan قوم يذكرون الله (segolongan orang yang berzikir kepada Allah), يلتمسون أهل الذكر (mencari orang-orang yang berzikir), عليك بمجالس الذكر (hendaklah engkau mengikuti majelis-majelis zikir), atau riwayat-riwayat lain yang menyebutkan majelis zikir, di sini belum terdapat petunjuk, isyarat, apalagi kata-kata yang menunjukkan bahwa mereka melakukannya secara jahar dan berjamaah. Lafaz majelis dalam pengertian yang dikaitkan dengan zikir sekumpulan orang, belum ada indikasi, isyarat, dan petunjuk bahwa mereka melakukan zikir itu dengan suara jahar apalagi secara berjamaah, dengan satu suara, satu model, satu komando, meskipun di sana disebutkan kata yajtami’una.
D. KEUTAMAAN DZIKIR.
Dzikir adalah satu di antara media penyampaian pesan dakwah. Pesan dakwah yang akan disampaikan melalui dzikir berupa mengajak jamaah untuk melakukan penyadaran diri tentang apa sesungguhnya misi dan visi kehidupannya. Dzikir sesungguhnya adalah menukik pada sentuhan emosi keagamaan dan nurani insaniah setiap orang. Dzikir yang dilakukan dengan hati ikhlas dan jernih mampu membangun kekuatan jiwa sang pezikir. Dzikir lisan dengan melantunkan ayat-ayat Allah dan asmaulhusna dapat mencairkan kebekuan hati dan kekasatan pandangan. Dzikir yang dilakukan dengan kerendahan hati dan penuh kekhusukan akan mengundang muncul kenyamanan dan ketenteraman dalam kehidupan.
Dzikir bukanlah dalam artian verbalisme (sekadar membaca dan menyebut dengan lisan saja), tetapi Dzikir juga mengandung penghayatan dan pemaknaan tentang hakikat setiap kata dan kalimat Allah yang dibaca dengan lidah, diikuti dengan pikiran dan dihayati dengan hati nurani.
Dzikir adalah perintah Allah SWT kepada orang yang beriman (QS. al-Ahzab: 41-42), Maka orang yang beriman adalah orang yang banyak berdzikir. Kurang iman, kurang berarti berdzikir. Orang yang tidak beriman tidak akan pernah berdzikir. Berdzikir berarti taat pada perintah Allah. Praktek Dzikir bisa jadi dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring(QS. Ali Imran :191). Berdzikir dapat dilakukan di mesjid (QS. an-Nur: 36), mushalla, rumah, kantor, atau jalanan sekalipun, dan bisa dilakukan sendiri-sendiri (QS. al-A’raf:205) atau berjamaah (dalam majelis).
Rasulullah saw bersabda, bahwa Allah swt berfirman:”Aku menurut dugaan hamba-Ku terhadap diri-Ku. Dan Aku bersama hamba, yang selalu mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku, niscaya Aku mengingatnya. Dan jika dia menyebut-Ku dalam satu jama’ah (kelompok), maka Aku akan menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik lagi dari mereka. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku mendekatkan diri kepadanya satu depa. Dan, jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari” (HR:Bukhari, Muslim, Turmizi, Nasa`i dan Ibnu Majah).
Dzikir dapat menjadi modal penguatan jiwa guna penegakkan nilai-nilai keislaman. Penegakkan nilai-nilai Islami dalam kehidupan masyarakat, akan dapat terlaksana apabila penguatan kejiwaan dan kerohanian (Dzikir) menjadi perhatian. Dimensi imani yang transendental dan berpuncak pada Ilahiyah diyakini akan dapat menjadi pilihan utama dalam mengatasi krisis mutidimensional yang tengah kita jalani ini.
Dzikir, berarti menyebut, menuturkan, mengingat, menjaga, mengerti dan perbuatan baik. Ucapan lisan, gerakan raga dan getaran hati, sesuai dengan cara-cara yang diajarkan agama, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Dzikir adalah upaya menyingkirkan keadaan lupa dan lalai kepada-Nya dengan selalu ingat kepada-Nya, keluar dari suasana lupa, masuk kedalam suasana musyahadah dengan mata hati, akibat didorong rasa cinta yang mendalam kepada Allah Swt.
Dzikir didalamnya juga tercakup do’a (permohonan kepada Allah) dan istighfar (minta ampun dari dosa dan noda), sebab seorang yang selalu berdo’a dan beristighfar berarti selalu ingat (zikir) kepada Allah. Berbagai zikir dan do’a diajar dan dianjurkan oleh Rasulullah saw, baik yang bersifat rutine maupun sewaktu-waktu. Ada zikir dan do’a tertentu setelah selesai shalat, ada zikir dan do’a akan dan bangun tidur. Ada zikir dan do’a keluar dan masuk rumah, dikala berkenderaan, di kala mendapat kegembiraan dan kesulitan, dan lainnya.
Dzikir juga berarti ingat dengan segala sifat kesempurnaan dan keagungan-Nya. Selalu ingat kepada Allah dapat menumbuhkan kecintaan kepada-Nya. Kecintaan menumbuh-kan kepatuhan atau ketaatan. Apabila kecintaan dan ketaatan telah bersemi, maka dekatlah hubungan dengan-Nya (Hadis qudsi:”Apabila Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang dengannya ia mendengar; menjadi penglihatan yang dengannya ia melihat; menjadi tangan yang dengannya ia berjuang; menjadi kaki yang dengannya ia berjalan. Apabila ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Apabila ia meminta perlindungan, pasti Aku melindunginya” HR:Bukhari).
Ingat, adalah suatu sifat yang membawa kearah kebaikan, sedangkankan lupa membawa kepada ketidak baikan. Lupa kepada Allah adalah sumber malapetaka, sebab orang yang lupa Allah berakibat lupa diri, dan lupa daratan (QS.al-Hasyar:19), yang pada gilirannya melupakan kebenaran dan keadilan, yang menonjol adalah kebenaran diri dan keadilan untuk diri. Itulah sebabnya orang yang sudah kesurupan dengan kemegahan duniawi (al-takatsur), tidak merasa takut bersikap, berucap dan berbuat semaunya.
Ibnu Ata’ seorang sufi yang menulis kitab al-Hikam, membagi zikir kepada tiga bagian,yaitu zikir jali (zikir jelas,nyata), zikir khafi (zikir yang samar-samar), dan zikir haqiqi (zikir yang sebenar-benarnya). Zikir jali ialah suatu perbuatan mengingat Allah swt dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan doa kepada-Nya yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati. Zikir jali ada yang sifatnya muqayyad (terikat) dengan waktu, tempat atau amalan tertentu lainnya. Misalnya, ucapan-ucapan dalam shalat, ketika melakukan ibadah haji, do’a akan dan sesudah makan atau akan bangun tidur dan sebagainya. Zikir khafi, adalah zikir yang dilakukan secara khusyuk oleh ingatan hati, baik disertai zikir lisan ataupun tidak. Orang yang sudah mampu melakukan zikir seperti ini hatinya merasa senantiasa memiliki hubungan dengan Allah swt Ia selalu merasakan kehadiran Allah kapan dan di mana saja. Zikir haqiqi adalah tingkatan zikir yang paling tinggi, yaitu zikir yang dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniah, kapan dan dimana saja, dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Selain itu tiada yang diingat selain Allah swt. Untuk mencapai tingkatan zikir haqiqi ini perlu dijalani latihan-latihan mulai dari tingkat zikir jali dan zikir khafi.
Imam an-Nawawi (630-676 H), seorang ulama besar mazhab Syafe’i rahimahullah, menulis: “ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya zikir itu adalah baik sekali (mahbub), diamalkan dimana dan kapan saja, kecuali pada waktu-waktu dan hal-hal yang dilarang oleh syara’. Disamping itu ada pula ulama sufi membagi zikir itu kepada tiga tingkatan: (1) Zikir lisan atau dikenal juga zikir nafi itsbat, yaitu ucapan Laa Ilaaha Illa Allah, dan zkir ini adalah makanan utama lisan atau lidah, (2) Zikir qalbu (hati) disebut juga zikir asal dan kebesaran yaitu ucapan Allah, Allah, dan zikir ini makanan utama qalbu atau hati (3) Zikir sir atau rahasia, disebut juga zikir isyarat dan nafas, yaitu Huwa, Huwa, dan zikir ini makanan sir atau rahasia.
Sabda Rasulullah saw:”Perbaharuilah imanmu, dan seringlah mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah” (HR: Ahmad). Hadis ini menganjurkan agar iman tidak redup dan pudar, dianjurkan agar umat Islam selalu berzikir,seperti menyebut kalimah Laa Ilaaha Illa Allah. Zikir adalah puncak kesyukuran kepada Allah swt. tidaklah dianggap bersyukur orang yang tidak berzikir.
Nabi Muhammad Saw menghiasi dirinya dengan dzikir asma Allah, di antara dzikirny adalah Ya Rahman dan ya Rahim. Ayat-ayat tanziliat dan ayat-ayat kauniyat melukiskan dengan jelas, betapa Allah Swt Maha Rahman, Maha Rahim. Alangkah bahagianya hidup ini apabila dalam diri setiap manusia bersemi dan memancar sifat kasih sayang, tentu di wajah orang itu akan bersinar wajah Allah, bukan wajah Syaithan, maka fardhu ‘ain bagi pengikut nabi Muhammad yang terbaik memperlihatkan wajah Allah di tengah-tengah keluarga, di semua lembaga pendidikan sejak dari TK sampai perguruan tinggi, di dunia ekonomi, dunia hukum, dunia politik, dunia sosial, dunia budaya pada setiap profesi.
Salah satu nama surat di antara 114 surat dalam al-Qur’an bernama surat Ar-Rahman, surat Ar-Rahman sebagai mana semangat yang terkandung dalam seluruh al-Qur’an (ayat tanziliyat) amat banyak menggambarkan Rahman dan Rahim Allah Swt. Khususnya di dalam surat Ar-Rahman, Allah Swt yang maha Rahman menantang manusia dan jin dengan pertanyaan : “Yang mana lagi wahai manusia dan jin, nikmatku yang kalian mungkiri (dustakan). Melalui berbagai macam bentuk kata Allah Swt mengungkapkan 178 kali kata Rahman dan Rahim tercantum di dalam Al-Qur’an al Karim. Benarkah kesimpulan Bahrun Rangkuti dalam menafsirkan surat Al-Fatihah ayat yang kedua ini: “perlihatkan-lah wajah Allah di muka bumi, jangan perlihatkan wajah Syaithan. Wajah Allah itu tergambar dalam basmalah, pada waktu kita membaca surat al-Fatihah dalam mendirikan sholat wajib lima waktu, sholat sunnat yang mendampingi sholat wajib, pada waktu sholat sunnat malam, sholat sunnat dhuha, lebih kurang jumlahnya 50 kali.
Setiap memulai suatu pekerjaan yang baik dianjurkan oleh Rasulullah Saw membaca basmalah. Oleh sebab itu wajah Allah inilah yang diperlihatkan oleh Rasul bersama sahabatnya, kaum Muhajirin dan Anshar, oleh Khulafaur-Rasyidin, oleh bani Umayyah, bani Abbasyiah, oleh ummat Islam periode klasik. Maka kepada seluruh pengikut nabi Muhammad yang terbaik sampai akhir zaman, pada abad kebangkitan islam ini, fardhu ‘ain memperlihatkan mengaktualisasikan wajah Allah untuk meningkatkan kecendrungan emosinya (Daniel Gollemant: Emosional Intelegensi) dan menambah dan memperkaya bank tabungan emosinya (7 kebiasaan manusia yang paling efektif).
Sifat kasih sayang (Ar-Rahman-Ar-Rahim) erat kaitannya dengan tauhid (iman kepada Allah), erat hubungannya dengan ibadah (sering dibaca dalam ibadah) dan dengan akhlak dalam rangka meneladani Allah dan Rasul (menjadi prilaku sehari-hari).
E. ENERGI DZIKIR.
DZIKIR dalam bentuk bacaan ayat-ayat pilihan atau melakukan ibadah baik dengan mengeraskan suara atau dengan menyebut tanpa mengeraskan suara, dapat menjadi filter bagi maksiat. Seperti yang dijelaskan pada surat al-Ankabut; 45.
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
Artinya : Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).
Dzikir mestinya dapat mendorong hati manusia untuk khusu’k, tawadhu’ serta rasa takut kepada Allah Swt. Seperti apa yang dimaksud oleh Firman Allah surat al-A’raf; 205
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
Artinya : Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
Dzikir juga media untuk mengundang rasa kenyamanaan dan keteraman nurani sebagaimana disebutkan dalam surat al-Ra’du,28:
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّه تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Senafas dengan pengertian ini disebutkan pula bahwa dzikir itu mendorong untuk kreatifitas, aktif dan progresif guna mencari ridha Allah. Seperti apa yang disebutkan dalam surat al-Kahfi ayat;28
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Artinya : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas
Dari sisi lain energi dzikir dapat mengungah dhamir; (hati nurani) untuk taat pada kodrat ilahiahnya. Kodrat ilahiah itu adalah kesadaran untuk mengunakan potensi kemanusiaan secara utuh. Kenyataan ini dapat disentuh melalui pertanyaan mendasar, wahai orang-orang yang mengaku beriman, masih bersemikah iman dalam qalbumu ? wahai oraang-orang Islam, mana kekuatan Islam dalam dirimu, yang telah kamu anut sejak kecil ? sampai dimana energi iman itu mempengaruhi tingkah lakumu ? masih adakah Ruhul-Islam itu? sudahkah anda memiliki kecerdasan emosi di samping kecerdasan akal? adakah anda memiliki kecerdasan mental spiritual disamping kecerdasan emosi yang pernah diperagakan oleh umat Islam periode klasik?.
Nabi Muhammad SAW sukses besar berbisnis dengan Khadijah r.a. bukankah karena keduanya memiliki kecerdasan otak, kecerdasan emosi dan kecerdasan mental spiritual. Bukankah Aburrahman bin ‘Auf dan Utsman bin Affan yang berorientasi ke akhirat, telah membuktikan bagaimana mengamalkan rahman dan rahim itu dalam kehidupan bermasyarakat dan mensejahtera-kan umat? keduanya telah mencontohkan implementasi memperlihatkan wajah Allah di muka bumi. Bagaimana sikap mental spiritual Jenderal Khalid bin Walid menerima perintah Umar bin Khattab, supaya dia segera meletakkan jabatan sebagai panglima perang? suasana mental spiritual yang bagaimanakah yang bersemi di dalam qalbunya, sampai ia dengan ikhlas membujuk prajuritnya dengan ucapan dan pernyataan yang dicatat dengan tinta emas yang menghiasi sejarah Islam; saya berperang bukan karena Umar bin Khattab !.
Dengan landasan teori dan bukti-bukti sejarah ini sudah waktunya umat Islam periode modern ini beristighfar dan munajat bermohon kepada Allah supaya isti’adzah, basmalah, hamdalah, bertasbih, berzikir, berdo’a, membaca al-Fatihah, membaca Al-Qur’an, 6 rukun iman, 5 rukun Islam dan nilai-nilai ihsan benar-benar terhujam dalam qalbu mereka yang paling dalam, membina mental spiritual mereka sebagaimana yang dimiliki umat Islam periode klasik.
Sebagai ilustrasi umat Islam periode modern ini masih sering beristi’adzh, membaca surat na’udzataini (surat al-Falaq dan surat an-Naas). Tetapi dalam kenyataan sehari-hari umat Islam masih banyak yang mengikuti langkah-langkah syaithan; sehingga semakin sulit bagi umat Islam mengamalkan Islam secara kaffah (Q.S. 2: 208).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus
F. WAKTU DAN TEMPAT BERDZIKIR.
Didalam al-Qur’an Allah Swt. telah mengatur waktu-waktu dan tempat yang paling baik dalam melakukan dzikir. Di antara waktu berdzikir yang dianjurkan adalah :
1. Petang dan pagi hari, surat Ali Imran ayat; 41:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
Artinya : Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari". Lihat ayat yang mengandung penerstian sama antara lain: QS. al-An’am; 6, al-A’raf;205, al-Kahfi;28, Maryam; 19, al-Mukmin; 55.
2. Sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya surat Thaha;130:
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ ءَانَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى
Artinya : Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.
3. Malam hari, surat Qaf;40.
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ
Artinya : Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.
Surat al-Zariat; 17-18,:
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ(17)وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Artinya : Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Lihat surat Al-Thur; 48, yaitu : dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar). Lihat surat Al-Insan; 26.
4. Waktu berdiri surat al-Thur; 48.
وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُوم ُ(48)وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُومِ
Artinya : Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.
5. Setelah shalat, surat al-Jumu’ah ayat 10:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
6. Waktu di ‘Arafah, dan munasik hajji surat al-Baqarah;198:
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ
Artinya : Maka apabila kamu telah bertolak dari `Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.
7. Selesai melaksanakan Haji Surat al-Baqarah; 20.
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
Artinya : Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah.
G. PENGARUH DZIKIR
Pengaruh DZIKIR kepada pelakunya antara lain membawa kepada kesabaran, surat al-Hajji; 35.
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.
Disamping itu disebutkan bahwa dzikir membawa ketenangan jiwa, surat al-Anfal;2.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
H. DZIKIR LA ILAHA ILLA ALLAH
Di dalam al-Qur’an Allah Swt. menyuruh untuk mempelajari kalimat Lailahailallah, seperti firman-Nya surat Muhammad (47):19
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ.
Artinya : Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.
Pada ayat di atas seseorang dituntut untuk mengetahui kalimah La ilaha illa Allah, selain dituntut mengetahui juga dutuntut untuk membacanya, seperti sabda yang berbunyi:
عليكم بلا اله الا الله والاستغفـار, فاكثروا منها,فـان ابليس قال : انما هلكت الناس بلذنوب, واهلكونى بلااله الا الله والاسـتغـفار , فلما رايت ذلك اهلكتهم بلاهواء, فهم يحسبون انهم مهتدون .
Artinya : Diwajibkan kepadamu membaca kalimat Lailahailallah dan istighfar, maka banyaklah membaca keduanya, seseungguhnya Iblis berkata : Aku akan mencelakakan manusia dengan dosa, tetapi akan mencelakakan aku adalah dengan kalimat Lailahaillah dan istighfar, maka jika aku melihat manusia membacanya akan aku celakakan mereka dengan hawanya, sehingga mereka mengira selalu dalam pertunjuk.
Pada kalimat La ilaha illa Allah terdapat empat penggalan kalimat, yaitu : La, Iaha, Illa dan Allah. Kalimat La adalah huruf nafiyah, yaitu menafikan semua Tuhan-Tuhan yang maujud atau Tuhan berbentuk. Ilaha adalah itsim mubni, Illa adalah adat hesar yaitu kalimat pembatas antara kalimat La yang bersifat umum sekali dan Allah adalah istmu Zat. Makna pada kalimat La adalah umum, yaitu meniadakan semua yang ada. Sedang kan kalimat Illa adalah khas, yaitu hanya yang ada Allah saja.
Bagi orang yang membaca kalimat La ilaha ila Allah terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama dzikir Nafi Istbat dan kemungkinan kedua dzikir tahlil. Dzikir nafi istbat terdapat pada empat tempat dalam diri manusia, yaitu kalimat La berada pada hati, kalimat Ilaha berada pada otak, kalimat Illa pada pada bahu kanan dan kalimat Allah berada kembali pada hati. Pemahamannya adalah bahwa kalimat La pada hati menunjukan bahwa hati benar-benar meniadakan Tuhan-Tuhan atau tidak mengakui adanya Tuhan-Tuhan. Selanjutnya Ilaha pada otak. Hal ini menunjukan bahwa otak tidak menerima ada Tuhan-Tuhan dalam artian Tuhan yang selalu berubah. Selanjutnya Illa berada pada bahu kanan hal itu menunjukan bahwa menggelengkan ke kanan yaitu dalam bentuk gerakan badan atau tindakan badan. Selanjutnya kalimat Allah menghunjam kelubuk hati yang dalam. Sehingga akhirnya yang ada dalam hati tersebut hanya menyebut kalimat Allah, Allah saja.
Maka pemahaman dan keyakinan yang muncul dari dzikir nafi istbat adalah La ma’buda illa Allah (Tiada yang disembah terkecuali Allah), La Mahbuba Illa Allah (Tiada yang dicintai terkecuali Allah) dan La Maujuda Illa Allah ( Tiada ada yang maujud terkecuali Allah). Membaca dan membiasakan dzikir ini akan membawa pembacanya kepada suatu kesadaran bahwa tiada yang disembah terkecuali Dia. Artinya seseorang tidak akan lebih mengagungkan yang lain selain Dia. Hanyalah Allah yang patut diagungkan, selagi masih ada yang diagungkan selain Dia, berarti penyembahan seseorang belum sempurna. Bila penyembahan belum sempurna, maka pasti kecintaannya kepada dunia melebihi kecintaannya kepada Allah Swt. Jika kecintaan kepada Allah telah mendalam Allah menjanjikan sebagaimana firman-Nya, yaitu : surat al-Maidah ayat 54,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
Artinya : Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.
Selanjutnya surat Ali Imran ayat : 30.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pemahaman lebih jauh adalah tiada ada yang maujud di alam ini, terkecuali adalah wujud-wujud Allah. Kita adalah salah satu dari bukti wujud Allah Swt. Untuk itu kembalilah kepada wujud hakiki, dan tinggalkanlah wujud-wujud majazi.
Sedangkan pada dzikir tahlil, kaifiat membacanya terdapat pada dua tempat dalam diri, yaitu : kalimat La berada pada hati, kemudian kalimat Ilaha dan Illa terletak pada otak dan kalimat Allah kembali pada hati. Makna membaca La pada hati menunjukan bahwa hati kecil tidak mengakui semua yang maujud, selanjutnya Ilaha dan Illa pada otak menunjukan bahwa otak tidak mengakaui adanya Tuhan-Tuhan yang disembah, selanjutnya kembali kepada hati, hal itu menunjukan bahwa hati sanubarilah hanya meyakini yang disembah itu hanyalah Allah sebagai Zat yang Maha Esa.
Membaca dzikir tahlil pada hakikatnya bertujuan agar terbiasa membaca kalimat tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membaca tersebut mengingatkan para pembacanya untuk tetap berpegang kepada kalimat tersebut. Membaca kalimat ini selain memudahkan ingatan kepada Allah dalam menghadapi sakaratul maut, sekaligus juga sebagai pembebas dari huru-hara pengaruh dunia yang tidak pernah berkesudahan dan pembebas dari berbagai siksaan nantinya di akhirat kelak.
Didalam al-Qur’an Allah sering memakai nama-Nya itu dengan (Huwa), yaitu Ia atau Dia. Kalimat Ia atau Dia adalah kalimat penganti dari nama aslinya yaitu kalimat Allah. Pemakaian kata Huwa itu menunjukan kalimat mustatiran (tersembunyi), bukan zahiran (terang-terangan). Berdasarkan hal ini para kalangan sufi tidak lagi menyebut atau membaca Allah, akan tetapi menyebut Hu saja. Penyebutan Hu bukan dalam bentuk nyata atau terang-terangan, akan tetapi dibaca dengan sembunyi dalam hati. Bacaan yang tersembunyi dalam hati itu oleh kalangan sufi disebut dengan dzikir sirr, yaitu dzikir dengan rahasia dalam ruhani.
I. DOA
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِي إِذَا دَعَانِي فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya; Dan apabila hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahsanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a, apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka memenuhi segala perintahKu, dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (al-Baqarah :186).
الدُّعَاءُ مُخُّ العِبَادَة (الحاديث).
Artinya;Doa itu adalah otaknya Ibadah (Hadis)
Do’a itu adalah permintaan makhluk kepada Khaliknya. Permintaan itu sesuai dengan keadaan, situasi dari makhluk itu sendiri. Do’a itu adalah suatu langkah-langkah atau jalan yang akan ditempuh. Untuk itu do’a memerlukan kerangka, manajement (pola) atau disainer yang akan dilalui oleh seseorang. Untuk suatu pola ada rancangan, ada batasan, ada alat yang mengantarkannya kearah tujuan tersebut dan ada kontrol dan evaluasi kearah itu. Sehingga tidak hanya berada di mulut, tetapi terlihat pada adanya usaha kearah itu.
Apakah do’a itu dapat merubah keadaan atau tidak ?. Doa itu akan merubah keadaan bila sesuai dengan sunantullah (hukum sebab akibat) dan tidak akan merubah bila bertentangan dengan sunnatullah. Dalam urusan ini do’a yang diminta kepada Allah itu do’a yang sesuai dengan sunatullah (hukum alam), bukan do’a yang bertentangan, misalnya seseorang ingin punya anak, tetapi ia tidak kawin, ia ingin kaya tetapi tidak berusaha dan bekerja, hal ini tidak mungkin terjadi dan mustahil adanya. Sebagaimana Tuhan mencontoh kan do’a nabi Nuh, ia bermohon agar anaknya diselamatkan dari bencana banjir besar yang melanda negerinya, tetapi Tuhan tidak mengabulkannya, karena anak itu jelas-jelas telah durhaka kepada ayahnya, sebab do’a itu akan terkabul, bila ada korelasinya (hubungannya). Misalnya bila seorang sedang sakit, lalu ia berdo’a kepada Allah, ini artinya agar Allah memberi hidayah (pertunjuk) atau ilham (bisikan) kepada sisakit atau orang disekelilingnya, seperti dokter untuk mengetahui cara yang tepat yang membawa kepada kesembuhan. Jadi do’a itu adalah hidayah kepada sunatullah (yang sesuai dengan aturan) yang membawa kepada kesembuhan, sehingga do’a dan obat serta perbuatan manusia saling melengkapi antara satu sama lain dan bukan bertentangan.
Dengan demikian berdo’a adalah penting dalam rangka mengharapkan ilham atau hidayah dalam menghadapi sesuatu dalam hidup, tetapi do’a itu tidak bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga seseorang berdo’a ingin dimasukan kesurga, tetapi usaha kearah itu tidak dilaksanakan seperti ketaatan, ilmu pengetahuan, maka do’a yang seperti itu mustahil untuk diperhatikan oleh Allah Swt. Dengan demikian do’a adalah meminta hidayah kepada Tuhan agar Ia berikan jalan kepada sesuatu yang diinginkan. Jadi jika seseorang berdo’a ingin menjadi orang kaya atau seseorang ingin jadi seorang sarjana dan lain-lain sebagainya, tetapi tidak ada langkah atau usaha menuju kearah tersebut, maka hal itu namanya adalah menghayal atau berangan-angan. Itulah bedanya khayal dan angan-angan dengan do’a. Kalau khayal atau angan-angan hanya ada pada fikiran dan keinginan saja tanpa adanya usaha, sedangkan do’a ada usaha untuk menuju kearah yang dinginkan. Jika belum terkabul apa yang diinginkan, itu bukan berarti do’a ditolak, akan tetapi barangkali ada sesuatu langkah (pola) yang belum terpenuhi sebagaimana mestinya.
Bagaimana hubungannya dengan membaca surat Yasin, membaca surat al-Ikhlas, surat al-Fatihah, selawat kepada Nabi Muhammad Saw dan lain sebagainya? Ini adalah memuji Allah, mengagungkan Allah dan ibadah kepadaNya. Tidak salah, bahkan dianjurkan untuk membacanya, hanya saja, do’a fungsinya tetap sebagai do’a, yaitu menunjukan kepada Allah bahwa kita adalah makhluk yang tidak berdaya, makhluk yang lemah, makhluk yang ditakdirkan untuk selalu berharap dan meminta kepadaNya. Bila makhluk tidak meminta kepada Allah, berarti aktifitas makhluk tersebut bertentangan dengan sunatullah, karena ada sunatullah thab’iyah, sunatullah syar’iyah dan sunatullah ghaibiyah. Selanjutnya apakah do’a seseorang akan diterima oleh Allah Swt ? Tidak satupun do’a yang tidak diterima oleh Allah, hanya saja boleh jadi tidak dikabulkannya, karena beberapa persyaratan belum dilengkapi. Untuk itu lengkapi persyaratan nya dengan baik, semoga do’a dikabulkannya.
BAHAGIAN KEDUA
DZIKIR
PENGOBAT HATI
وإذ أخذ ربك من بني ءادم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا أن تقولوا يوم القيامة إنا كنا عن هذا غافلين
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(Surat Al-Maidah,172)
Menurut Imam al-Ghazali manusia terdiri dari empat unsur yakni, Ruh, Qalb, Aql dan Nafs. Apa yang dipikirkan, dikerjakan dan dirasakan adalah gambaran dari aktivitas ke empat unsur itu. Apabila aktivitas Ruh dominan terhadap yang lainnya, maka konfigurasi antara berbagai akvitas unsur-unsur lainnya akan berubah. Begitu juga sebaliknya apabila ada terdapat aktivitas nafs yang dominan, unsur lain akan terpengaruh karenanya. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa pancaindera dan perlengkapan fisik lainnya merupakan alat dari Ruh. Karena Ruh-lah yang akan mempertanggung-jawabkan aktivitas-nya di dunia dalam kerangka kekhalifahan manusia yang terbimbing oleh nilai Tauhid. Coba cermati penggal ayat Al Quran Surat Al Araaf: 172,"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا? Ketika Ruh menjawab bala syahidna berarti Ruh telah berikrar tentang Keesaan Tuhan, sebelum Ruh ditiupkan ke jabang bayi yang kemudian lahir bernama manusia. Ini berarti bahwa Ruh adalah panglima bagi setiap diri manusia, sedangkan unsur lainnya segugus operator yang melaksanakan kerja Ruh. Oleh karena itu, pendekatan Tasawuf memberikan jalan kepada para pelakunya untuk menjadikan Ruh tetap sebagai panglima atas kelengkapan hidup fisik setiap diri manusia. Hal itu dapat dilakukan dengan zikir. Dzikir berarti memasukkan input ketauhidan ke dalam setiap diri manusia melalui kerja Ruh itu. Instrumen dzikir, bisa melalui 99 asma Allah, Istmu Zat, Tahlil, Nafi Istbat, Lathaif, Muraqabah, Mujahadah, Ma’iyah dan ma'rifah. Dzikir adalah energi yang tersalur melalui laku dzikir itu, apabila dzikir dita’rifkan (diartikan) sebagai getar menggetar antara Ruh dalam diri manusia dan Dzat Allah. Output, outcome dan impact dari kerja dzikir dapat berupa energi dzikir yang mampu meredam amarah, emosi, pemalas, mudah tersinggung, iri hati, sakit hati, dengki, busuk hati, suka dipuji dan disanjung dan yang paling penting mengobati sakit ruhani (sakit jiwa) dan banyak kegunaan lainnya. Teknik pengobatan sebagai kaifiat dan penyembuhan dengan dzikir harus yang berasal Allah (sesuai al-Qur.an dan hadis). karena DIA lah Yang Maha Penyembuh.
Ruh adalah sesuatu yang hanya diketahui Tuhan. Tak satupun dari berbagai makhluk-Nya dapat mengetahuinya. Bahkan tak seorangpun dapat menggambarkan ruh lebih jauh, kecuali bahwa ruh itu ada. Sebagaimana firman Surat al-Isra'(17);85)
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Sufi Al-Junayd memberikan pengambaran ruh dalam sifat-sifat sebagai berikut:
Pertama, ruh itu ada atau diciptakan sejak azali, yang didasarkan pada kenyataan bahwa perjanjian (mitshaq) antara Tuhan dengan ruh terjadi pada masa azali.
Kedua, ruh itu tidak termasuk benda yang berhubungan dengan ruang dan waktu. Lantaran penciptaannya terjadi pada masa azali, yakni suatu masa di mana tidak dikenal istilah kapan, di mana dan bagaimana, jika dihubungkan dengan akal manusia. Oleh sebab itu, ruh memiliki wujud spiritual yang murni. Dan tidak mungkin memiliki sifat seperti benda duniawi, yang mengenal ruang dan waktu.
Ketiga, wujud ruh bersifat rabbani. Artinya, keberadaan ruh erat hubungannya dengan Tuhan. Sebagaimana telah dikatakan, bahwa keberadaan ruh yang pertama adalah di sisi Tuhan, dan selalu bersama-Nya. Tuhan yang menciptakan ruh, selalu mendampingi dan atau ruh selalu berada di sisi-Nya. Selanjutnya, Tuhan melimpahkan ruh dengan rahmat-Nya -pada masa awal penciptaan- ketika ruh belum terpisah dari kekekalan-Nya. Keadaan seperti ini dinamakan keberadaan rabbani, yang hanya berkaitan dengan Tuhan.
Keempat, sifat ruh dan atau keberadaan ruh pada masa pertama, jauh lebih baik ketimbang kondisinya pada masa kedua - setelah masuk ke dalam tubuh manusia - di dunia fana. Lantaran pada saat itu, antara lain ruh tidak lagi memiliki sifat rabbani.
Berangkat dari keyakinan bahwa, sebelum ruh masuk ke dalam tubuh manusia, ruh berada bersama Tuhan, bersatu dengan Tuhan, dalam artian tinggal bersama-Nya, dan bukan bersatu dengan Tuhan secara total, maka dalam kondisi seperti itu, seluruh rahmat dan nikmat yang dilimpahkan Allah SWT, dapat dirasakan secara maksimal oleh ruh. Oleh sebab itu -para Sufi yakin dan percaya bahwa - apabila ruh manusia dapat dikembalikan pada posisi tauhid, seperti sebelum masuk ke dalam tubuh manusia, maka segala jenis dan bentuk kenikmatan dapat dicapai oleh manusia tersebut. Sehingga para sufi, menjadikan tauhid sebagai tujuan utama dalam Tasawuf.
Naluri dalam kehidupan dunia Ruh merindukan Tuhannya. Ruh dengan demikian berusaha keras, dalam keseharian amalannya, dengan menggunakan perangkat fisik yang ada, ia selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Ruh ingin agar ia dapat merasakan kehadiran-Nya dalam keseharian kerjanya. Al Quran; S. al-Hadiid:4
هو الذي خلق السموات والأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش يعلم ما يلج في الأرض وما يخرج منها وما ينزل من السماء وما يعرج فيها وهو معكم أين ما كنتم والله بما تعملون بصير(
Artinya: Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
BAHAGIAN KETIGA
DZIKIR
محمد رسول الله لااله الاالله
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ(1)اللَّهُ الصَّمَدُ(2)لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ(3)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ()
Artinya : Katakanlah (ya Muhammad) Allah itu Esa, Allah tempat meminta, Tidak beranak dan tidak pula diperanakan, dan tidak satupun yang menyerupainya. (S. Al-Ikhlas : 1-4)
Membicarakanمحمد رسول الله لااله الاالله merupakan masalah penting dalam ajaran Islam. Kedua kajian ini adalah pokok, fundamen, dasar, azaz atau disebut dengan ushuluddin. Ilmu yang pertama kali diturunkan Allah atas para anbiya seluruhnya ialah TAUHID. tauhid dapat dibagi menjadi tiga bahagian, yakni tauhid zat, tauhid sifat dan tauhid fi’il.:
1. Tauhid Zat adalah pengakuan bahwa tidak ada yang wujud secara hakiki melainkan wujud Allah. Wujud Allah itu tidak ada permulaan dan tidak pula ada berkesudahan. Bahkan, wujud Allah SWT berdiri sendiri tanpa memerlukan wujud lain dalam eksistensiNya. Dengan perkataan lain, tidak ada sebab bagi wujud Allah SWT.
2. Tauhid sifat, terdiri dari tujuh macam, yaitu :
- Hayat, artinya tidak ada yang hidup secara hakiki melainkan hanya Allah. Allah SWT hidup bukan dengan ruh dan Allah juga tidak akan pernah mati.
- Ilmu, artinya tidak ada yang memiliki pengetahuan secara hakiki melainkan Allah. Pengetahuan Allah meliputi segala-galanya dan tidak ada sesuatu apapun yang tersembunyi bagi Allah SWT.
- Qudrat, artinya tidak ada yang berkuasa secara hakiki kecuali kekuasaan Allah SWT.
- Iradat, artinya tidak ada yang berkehendak secara hakiki melainkan kehendak Allah SWT.
- Bashar, artinya tidak ada yang melihat secara hakiki melainkan penglihatan Allah SWT.
- Sama’, artinya tidak ada yang mendengar secara hakiki melainkan pendengaran Allah SWT.
- Kalam, artinya tidak ada yang berkata secara hakiki melainkan perkataan Allah SWT.
Tauhid fi’il, artinya bahwa Allah SWT Mahatunggal secara hakiki dalam perbuatan-Nya. Allah tidak memerlukan selain-Nya dalam mewujudkan perbuatan-Nya dan pada hakekatnya tidak ada perbuatan melainkan perbuatan Allah SWT.
Tiada sumber bagi kehidupan, kecintaan, dan kebaikan melainkan Allah. Maka ketahuilah olehmu, bahwa tiada Tuhan selain Allah, mohonlah ampun bagi dosamuِ (Surat Muhammad (47):19).yaitu:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.
Hal ini dijamin oleh hadits-Nya yang qudsi:ِ(kalimat) Tiada Tuhan melainkan Allah, adalah benteng-Ku. Siapa yang mengucapkannya berarti telah memasuki benteng-Ku, dan siapa yang memasuki benteng-Ku niscaya aman dari adzab siksa-Kuِ.
Hakikat Ibadah adalah berupaya memasuki benteng ilahi. Benteng ilahi adalah dzikir (merasakan Allah hadir ditengah kehidupan kita). Hubungan dengan Allah yang sudah terbangun sedemkian rupa dalam hati manusia sangat perlu untuk diperkuat dan dikembangkan terus menerus. Allah mengingat hanya dzikir itu yang menjamin ummat untuk beroleh kenyaman hidup ini.
Dzikir adalah pekerjaan hati. Hanya hati yang hidup yang dapat berkomunikasi dengan Tuhannya. Nabi memperingatkan bahwa kemampuan berdialog dengan supranatural bahkan dengan Tuhan adalah bukti kejernihan dan ketajaman nurani. Sekarang disebut kecerdasan sipritual.
Kini pertanyaannya adalah siapa yang merasakan kalimat itu ? Tentu ruh itu sendiri. Ruh dengan jasmaninya dalam pandangan sufi diibarat-kan sebagai Allah dengan ciptaan-Nya, Allah yang menguasai, yang menentukan ciptaan-Nya. Itu sebabnya manusia itu wakil Tuhan di bumi, berarti bahwa manusialah yang melaksanakan hukum-hukum Tuhan di bumi yang manfaatnya bagi kebaikan manusia itu sendiri. Kalau demikian maka Ruh-lah yang memerintah jasmani dan bukan sebaliknya. Yang membedakan kualitas tenaga dalam ialah sejauh mana Ruh melaksanakan hukum-hukum Allah dalam memerintah jasmani. Melalui gerak dinamik, nafas dan zikir yang teratur menurut ritme tipikal setiap manusia, dan beragam dari manusia yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu dikatakan bahwa yang menang adalah orang yang masuk ke dalam benteng-Nya. (berada dalam zikir).
Dalam mengenali ini tentu saja panca indera sudah tidak berguna lagi, demikian pula cara berpikir berdasarkan akal semata (mantik). Mau tidak mau kita harus meninggalkan kendaraan yang lemah itu (yang bernama akal, mantik dan indera yang lima itu) baik mengenai cara-cara maupun pengalaman-pengalamannya, kepada pengembaraan yang baru yang disebut pengenalan ma’rifat.
Marifat sebagai uraian sebelumnya memisahkan diri dari ilmu, karena pembahasan ilmu berkisar pada alam semesta, sedangkan ma’rifat membahas PENCIPTA alam semesta. Ilmu membahas tentang segala sesuatu yang berbilang, sedangkan ma’rifat membahas tentang yang SATU, yang TUNGGAL. Ilmu membahas tentang benda , sedangkan ma’rifat membahas tentang yang ghaib. Oleh karena itulah ilmu yang bersifat sementara, yang digariskan, yang menggunakan alat, yang memakai teropong, yang dilayani panca indera, dan yang membuahkan berbagai pendapat yang bersifat akliah harus dihentikan. Dan kita hendaklah beralih ke ma’rifat, ke hati, ke mata hati, kependapat sufiyah. Akal, mantik dan ilmu itu kedudukannya sebagai pelayan-pelayan nafsu dan kendaraan-nya untuk dapat merajalela terhadap alam kebendaan, menguasai serta memiliki, khususnya untuk pemuas hawa nafsu mengarungi kelezatan-kelezatan. Tiada jalan keluar dari tawanan panca indera dan dari merajalelanya alam kebendaan, melainkan dengan cara menelanjangi diri dari hawa nafsu, yaitu dengan mengalahkan, menekan, menundukkan, mem-belenggu dan mendiamkan serta tidak melayani keinginan-keinginannya.
BAHAGIAN KEEMPAT
DZIKIR
PENENANG HATI
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (Surat Al- Fath: 4)
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya: Orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tenteram sebab berzikir kepada Allah. Ingatlah, dengan selalu berzikir kepada Allah, hati menjadi tenteram” (QS. ar-Ra’du :28).
Sifat dan sikap seperti dengki, gunjing, adudomba, fitnah, kikir, angkuh dan semacamnya adalah di antara penyakit-penyakit yang sangat berbahaya. Obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit ini adalah memperbanyak zikrullah. Dzikir secara harfiah ingat dan sebut, ingat adalah gerak hati, sedangkan sebut adalah gerak lisan. Dzikrullah berarti mengingat dan mengingat Allah. Adapun perpaduan keduanya barulah makna awal dari khusyuk. Dzikir terdiri dari empat bagian yang saling terkait, tidak terpisahkan, yaitu: dzikir lisan (ucapan) , dzikir qalbu (merasakan kehadiran Allah), dzikir ‘aql (menangkap bahasa Allah dibalik setiap gerak alam). Dan dzikir amal (taqwa : patuh dan taat terhadap perintah Allah dan meninggalkan larangannya). Idealnya dzikir itu berangkat dari kekuatan hati, ditangkap oleh akal, dan dibuktikan dengan ketakwaan, amal nyata di dunia ini.
Dzikir adalah perintah Allah SWT kepada orang yang beriman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا(41)وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman berdzikir (dengan menyebut nama Allah), zikir yang sebanyak-banyak, Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (QS. al-Ahzab: 41-42),
Maka orang yang beriman adalah orang yang banyak dzikir. Kurang iman, kurang dzikir. Tidak beriman tidak akan berdzikir. Berdzikir berarti taat pada perintah Allah. Prakteknya bisa jadi dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring.
. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring”(QS. Ali Imran :191).
Di mesjid, mushalla, rumah,kantor,atau jalanan sekalipun,فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ(36 (QS. an-Nur: 36), dan bisa dilakukan sendiri-sendiri إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ (QS. al-A’raf:205) atau berjamaah (dalam majelis).
Rasulullah SAW bahkan menyebut majelis dzikir sebagai taman surga. Beliau bersabda: Apabila kalian melewati taman surga, maka bersimpuhlah.” Para sahabat bertanya, “Apa itu taman surga?” Beliau menjawab,”Ya, itu majelis zikir.” (HR.Ahmad dan Tirmidzi).
Dzikir adalah pangkal ketenangan dan kedamaian (QS. ar-Ra’d: 28). Allah adalah sumber ketenangan dan kedamaian (as-salam). Maka untuk mencapai ketenangan dan kadamaian itu jalannya adalah mendatangi sumbernya dan membersamakan diri dengannya. Dzikir itulah jalan pembersamaan (ma’iyyatullah). Adapun meninggalkan dzikir sama dengan membuka keleluasaan bagi setan untuk menungganginya وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ (QS. Az-zukhruf: 36) tidak melakukan dzikir akan membawa kepada kepengapan hidup serta membutakan mata hatiوَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى QS.Thaha: 124).
Selain sebagai wujud ketaatan, dzikir merupakan identitas umat seorang mukmin إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ QS. al-Anfal: 2).
Sejatinya, dzikir membentuk pribadi yang bertaqwa. Yaitu amat taat terhadap perintah Allah. Orang yang berdzikir sadar betul bahwa ia senantiasa berada di bawah tatapan dan perhatian-Nya. Jama’ah yang duduk berdzikir menyebut nama Allah pasti dikelilingi malaikat, rahmat akan tercurah pada mereka, ketentraman diturunkan pada mereka dan Allah menyebut nama mereka pada sesuatu yang berada disisi-Nya. (HR.Muslim).
Zikir yang terprogram dengan baik dan efektif adalah menegakkan shalat wajib dan memperbanyak shalat sunnat dengan khusyu’,seperti shalat dhuha, tahujjud dan lain-lain.
Agar dzikir dapat menjadi obat hati dari pencemaran dan penyakit-penyakit yang mem-bahayakan, disamping ketaatan dalam melaksanakan shalat, sebagaimana ditulis oleh Syekh Ahmad bin Hujaziy al-Ghasysyaniy dalam kitabnya al-Majalis as-Saniyah, perlu diperhatikan dan dibiasakan hal-hal sebagai berikut; (1) Sering membaca Alqur’an dan menghayati maknanya, 2) Sering mengosongkan perut (berpuasa), 3) Sering melakukan shalat sunnat tahajjud, 4) Sering bersimpuh merendahkan diri (tadharru’) kepada Allah ketika tengah malam, 5) Selalu bergaul-berkumpul bersama orang-orang saleh, 6) Makan dengan makanan atau minuman yang halal ( dan cara memperolehnya).
BAHAGIAN KELIMA
DZIKIR
PENCERAH HATI
Ajaran dasar Dzikir pada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allâh. Maka jalan (thariqat) yang dirumuskan oleh pendiri pahamnya memiliki tujuan yang sama dengan tarekat lainnya, yaitu sama-sama ingin mendapatkan kelezatan dalam melakukan syari’at guna menuju dekat atau merasa dekat dengan Allâh.
Untuk memperoleh rasa dekat dengan Allah maka setiap orang harus menempuh jalan. Jalan itu bermacam-macam di antara jalan yang diamalkan masyarakat Islam adalah Suluk dan Dzikir
1. SULUK.
Suluk ialah mengasingkan diri dari keramaian atau ketempat terpencil, guna untuk melakukan zikir di bawah bimbingan seorang syekh atau khalifahnya selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari. Tempat suluk ini biasanya telah dikhususkan oleh Syekh di sekitar lingkungan suraunya. Tata cara yang mesti ditaati oleh murid yang bersuluk ditentukan oleh Syekh antara lain; tidak boleh makan daging, ini berlaku setelah melewati masa suluk 20 hari. Begitu juga dilarang bergaul dengan suami atau istri, tak terkecuali makan, minumnya diatur sedemikian rupa, kalau mungkin sesedikit mungkin. Waktu dan semua pikirannya sepenuhnya diarahkan untuk berzikir yang telah ditentukan oleh syekh atau khalifah, ia harus secara sempurna melaksanakan kewajiban agama, seperti shalat lima waktu harus tepat dan juga puasa dilakukan sebaik mungkin.
Sebelum melakukan suluk ada beberapa tahapan perbuatan yang akan dilakukan oleh murid yaitu ; talqin zikir atau bai’at dzikir, tawajjuh, rabithah, tawassul dan dzikir. Talqin dzikir atau bai’at dzikir adalah upacara memasuki suluk Upacara ini biasanya dimulai dengan mandi taubat, di mana sang guru memandikan murid yang akan mengikuti suluk dengan air pada malam hari dengan bacaan tertentu, dengan tujuan untuk membersihkan diri murid dari dosa-dosa masa lalunya. Kemudian itu sang murid dibimbing dengan bacaan dzikir berikut kaifiat-kaifiatnya, upacara ini biasanya disebut dengan “mengambil kaji”. Selesai mandi, murid disuruh duduk di depan guru dengan bersimpuh ujung kaki kanan dihimpit dengan kaki kiri (kebalikan dari duduk tawaruk dalam shalat). Selanjutnya guru mulai mengajari muridnya dengan tawajjuh yang pelaksanaanya diawalinya dengan memperkenalkan pengajian dengan menujukkan letak hati sanubari, yaitu di bawah susu yang kiri sekitar dua jari. Guru kemudian membaca istighfar yang kemudian diikuti murid sebanyak 25 kali, dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah satu kali, surat al-Ikhlas 3 kali, semua bacaan di atas diniatkan pahalanya untuk Nabi Muhammad SAW, keluarganya, Imam-Imam tarekat Naqsabandiyah sampai kepada silsilah guru tempat guru menerima kekhalifahannya.
Tawajjuh biasanya dilakukan dengan penuh konsentrasi, yaitu memejamkan mata, selalu membayangkan hati sanubari serta mengkhayalkan bahwa hati itu sedang dibersihkan dengan dzikir yang diajarkan guru tersebut. Cara yang tak boleh diabaikan dalam tawajjuh itu adalah agar murid dapat mengunci segala pintu-pintu hatinya dari segala sesuatu apupun yang akan menganggunya berhubungan dengan Tuhan.
Setelah melakukan Tawajjuh, si salik dibimbing untuk melakukan rabithah dan tawassul yaitu melakukan kontak (hubungan) dengan guru dengan cara membayangkan wajah guru yang mentalqin (mengajari kita dzikir) ketika memulai dzikir. Rabithah dan tasawul atau wasilah adalah media bagi murid untuk memperkokoh konsentrasinya serta mengharapkan adanya bantuan dari guru untuk mempercepat sampainya hati pada hakikat dzikir. Media rabithah dan wasilah ini juga berguna untuk menepis keragu-raguan dalam melakukan dzikir dan sekaligus akan menambah ketekunan dalam beribadah, karena adanya perasaan bahwa guru selalu mendampingi nya dalam melakukan ibadah.
Bahagian terakhir dari amalan suluk yaitu dzikir. Dzikir memiliki tata cara (kaifiat) tersendiri. Mengenai kafiat (tata cara ) dzikir tidaklah ditemukan konsep yang baku, antara satu mursyid dengan mursyid lainnya berbeda, sesuai dengan wirid yang diterima dari guru nya. Di antara kaifiat dzikir itu adalah
1. Sebelum melakukan Ibadah dzikir disunatkan berwuduk.
2. Setelah itu carilah tempat duduk yang baik, bersih dan baun disekitarnya menyedapkan hidung.
3. Duduk tawaruk lebih diutamakan.
4. Kosongkan pikiran dari urusan lain
5. Pusatkan perhatian pada mencari tiada yang disembah selain Allâh, tiada yang dicintai selain Allâh dan tiada yang ada, yang ada hanyalah Allâh. Hal ini dilakukan dalam upaya mencari keredhaan Allâh dalam melakukan ibadah kepadaNya. Selain itu juga akan berfungsi mendapatkan kekhusukan dan ketenangan rohani.
Selanjutnya dianjurkan melakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Membaca al-Fatihah sebanyak 7 kali. Bacaan surat al-Fatihah yang pertama diperuntukan kepada Nabi Muhammad Saw, karena beliau insan yang pertama mempercepat perkenalan makhluk dengan Khalik-Nya. Sehingga dengan bacaan ini hubungan dan cinta seseorang dengan Nabi Muhammad Saw terekat kembali dengan baik, yaitu الفاتحة الشريفة, maka dibaca surat al-Fatihah,yaitu:
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ(1) الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِينَ
(2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ(3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ(4)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ(5)اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
(6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ(7)
2. Fatihah kedua ditujukan kepada orang yang berjasa membimbing kita selama ini. Dalam hal ini termasuk di dalamnya para guru-guru, para ulama, syuhada’ dan shalihin yang telah berjuang dalam Islam, baik ia dikenal ataupun tidak dikenal, maka kita sudah semestinya membacakan surat al-Fatihah untuk mereka, yaitu seperti bacaan di atas dan dipimpin oleh mursyid.
3. Fatihah ketiga dimaksud kepada kedua orang tua, yaitu bapak dan ibu kita sendiri. Keduanya secara syari’at telah membuat kita ada di alam ini. maka salah satu cara berbuat baik kepadanya, maka kita selalu ingat kepada jasa-jasanya yang kita tidak mampu membalasnya. Untuk itu kita membaca surat al-Fatihah dengan bimbingan mursyid, seperti di atas.
4. Keempat kepada diri sendiri. Bacaan untuk diri ini adalah dalam rangka memantapkan hati bahwa segala perbuatan, perkataan dan sikap kita dalam menghadapi kehidupan ini adalah diserahkan kepada Allâh S.W.T. Maka dibaca setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
5. Kepada isteri atau suami. Bacaan ini ditujukan kepadanya adalah supaya isteri atau suami tetap berada dalam kerdhaan Allâh S.W.T. baik rezeki, anak, pergaulan maupun lingkungan yang baik dalam masyarakat. Maka dibaca setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
6. Kepada anak-anak dan cucu. Bacaan ini ditujukan kepadanya supaya mereka selalu menjadi anak dan cucu yang sejuk dan menyenangkan hati orang tuanya, masyarakat dan negaranya. Maka dibaca setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
7. Kepada kaum muslimin dan muslimat beserta seisi alam, mereka telah ikut bersama-sama meneruskan Islam dalam kehidupannya, begitu juga kepada alam, karena alam telah berjasa kepada manusia membantu segala sesuatu kebutuhannya, Maka dibaca setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
Selanjutnya dibaca surat al-Ikhlas sebanyak tujuh kali:
1. Bacaan surat al-Ikhlas ini diperuntukan kepada Nabi Muhammad Saw. karena beliau insan yang pertama mempercepat perkenalan makhluk dengan Khalik-Nya. Sehingga dengan bacaan ini hubungan dan cinta seseorang dengan Nabi Muhammad Saw terekat kembali dengan suci dan murni. Dalam hal ini mursyid membaca : الاخلاص الشريفة Selanjut jama’ah membaca surat al-Ikhlas.
قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ(1) الله الصَّمَدُ(2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
(3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ(4)
Kepada orang yang berjasa membimbing kita selama ini. Dalam ha ini masuk di dalamnya para guru-guru, para ulama, syuhada’ dan shalihin yang telah berjuang dalam Islam, baik ia dikenal ataupun tidak dikenal, maka kita sudah semestinya membacakan surat al-Ikhlas untuk mereka, yaitu seperti bacaan di atas dan dipimpin oleh mursyid.
2. Kedua ditujukan kepada orang yang berjasa membimbing kita selama ini. Dalam hal ini termasuk di dalamnya para guru-guru, para ulama, syuhada’ dan shalihin yang telah berjuang dalam Islam, baik ia dikenal ataupun tidak dikenal, maka kita sudah semestinya membacakan surat al-Ikhlas untuk mereka, yaitu seperti bacaan di atas dan dipimpin oleh mursyid.
3. Kepada kedua orang tua, yaitu bapak dan ibu kita sendiri. Keduanya secara syari’at telah membuat kita ada di alam ini. maka salah satu cara berbuat baik kepadanya, maka kita selalu ingat kepada jasa-jasanya yang kita tidak mampu membalasnya. Untuk kita membaca surat al-Ikhlas dengan bimbingan mursyid, seperti di atas.
4. Kepada diri sendiri. Bacaan untuk diri ini adalah dalam rangka memantapkan hati bahwa segala perbuatan, perkataan dan sikap kita dalam menghadapi kehidupan ini adalah diserahkan kepada Allâh S.W.T. Maka dibaca surat al-Ikhlas setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
5. Kepada isteri atau suami. Bacaan ini ditujukan kepadanya adalah supaya isteri atau suami tetap berada dalam kerdhaan Allâh S.W.T. baik rezeki, anak, pergaulan maupun lingkungan yang baik dalam masyarakat. Maka dibaca setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
6. Kepada anak-anak dan cucu. Bacaan ini ditujukan kepadanya supaya mereka selalu menjadi anak dan cucu yang sejuk dan menyenangkan hati orang tuanya, masyarakat dan negaranya. Maka dibaca setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
7. Kepada kaum muslimin dan muslimat beserta seisi alam, mereka telah ikut bersama-sama meneruskan Islam dalam kehidupannya, begitu juga kepada alam, karena alam telah berjasa kepada manusia membantu segala sesuatu kebutuhannya, Maka dibaca setelah dipimpin oleh mursyid, seperti di atas.
Selanjutnya mursyid membaca surat al-Nasyrah sebanyak tujuh kali. Dalam hal ini mursyid memimpin dengan membaca : النشرح الشريفة . Dalam ini kita semua membaca surat ini, yaitu :
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ(1) وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَك(2)
الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ(3) وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ(4)
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا(5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
(6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ(7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ(8).
Bacaan ini hanya ditujukan kepada diri sendiri, karena di dalam diri banyak menutupi seseorang dengan Tuhan-Nya disebabkan oleh noda dan dosa yang telah diper buat nya selama ini. Maka dengan bacaan surat ini, kira nya Allâh akan membukakan pintu hati kita yang ter tutup selama ini.
Selanjutnya membaca : استغفرالله العظيم.dilanjutkan dengan bacaan yaitu :
استغفرالله العظيم, استغفرالله العظيم, استغفرالله
العظيم, ان الله غفوررحيم .
Bacaan ini diulang sedikitnya 7 kali dan sebanyak banyaknya tidak ada batasannya. Sedangkan jama’ah mengikuti secara bersama-sama, setelah mursyid membacakannya.
Selanjutnya mursyid membaca : فاذكرالله كثيرا . Maka dalam hal ini musryid membacakan dan memperdegarkan bacaan surat al-Ahzab ayat 41, yaitu
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا الله ذِكْرًا كَثِيرًا(41) وَسَبِّحُوهُ
بُكْرَةً وَأَصِيلا(42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ
لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا .
Ketika mendengar ayat ini maka semua jamaah benar-benar dalam keadaan kosentrasi, ikhlas dan jujur. Selanjutnya jamaah mulai merenungkan diri ini dengan pencipta, yaitu Allâh S.W.T. yang telah memberi fasilitas hidup. Di saat jamaah sedang merenungkan diri itu, maka mereka akan mendengar bacaan surat Muhammad ayat 19, yaitu :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا الله وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالله يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ .
Maka semua jama’ah membaca zikir nafi itsbat, yaitu : لااله الاالله . Zikir ini dipimpin oleh mursyid dan membacanya sesuai dengan aturan yang berlaku dalam cara membaca zikir Nafi Itsbat. Jumlah bacaan zikir ini ditentukan oleh mursyid.
Selanjutnya mursyid akan memperdengar kan surat surat al-Munafiqun ayat 9, yaitu:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ
عَنْ ذِكْرِ الله وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ .
Ketika jama’ah mendengar ayat ini, maka yang teringat baginya adalah bahwa harta dan anak-anak bukan membuatnya lalai dari berzikir kepada Allâh S.W.T. Betapa ruginya jiwa ini yang selama ini telah diperdayakan oleh harta dan anak-anak, sehingga jauh dengan Allâh S.W.T. Dalam keadaan seperti itu, maka selanjutnya mursyid mendengarkan surat al-A’raf ayat 205, yaitu :
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ
مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ(205)
إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ
وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ
Ketika ayat ini sampai kepada yasjudun, maka semua sujud sambil membaca do’a. Sekembali dari sujud, maka semua jamaah melakukan zikir Itsmu-Zat, yaitu membaca kalimat Allâh, Allâh sebanyak-banyaknya dengan diawali dengan zikir lisan dan selanjutnya dengan hati sanubari, bukan dengan lisan. Khusus dalam zikir Itsmu-Zat ini jama’ah boleh melakukan zikir Lathaif, yaitu zikir dilakukan dengan tujuh tempat. Zikir ini dilaksanakan dengan memakai zikir lisan, yaitu menyebut Allâh, Allâh dan ditujukan kepada organ tubuh yang telah ditentukan, agar organ tubuh tersebut selalu sadar dan waspada, bahwa seluruh organ tubuh tersebut di awasi oleh Allâh dan Allâhlah yang mengerakkannya.
Selanjutnya mursyid membaca surat al-Fajr ayat 27- 30, yaitu :
يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ(27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
(28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي(29) وَادْخُلِي جَنَّتِي(30)
Ketika ayat ini diperdengarkan, maka semua jam’ah semestinya telah berada pada makam ridha, yaitu menyerahkan semua kehidupannya kepada Allâh S.W.T. Sehingga yang ada pada dirinya hanyalah mengharapkan mardhatillah saja. Dalam mendengar ayat yang dibacakan oleh mursyid semua jama’ah tetap dalam berzikir.
Selanjutnya mursyid membaca al-Fatihatis Syarifah sebanyak tiga kali. Kali pertama untuk Nabi Muhammad Saw. kali kedua untuk orang yang yang telah berjasa mengajarkan ilmu pengetahuan dan kali ketika ditujukan kepada semua ulama, syuhada’ dan shalihin.
Selanjutnya mursyid membaca al-Ihklas al-Syarifah, yaitu membaca surat al-Ikhlas tiga kali. Kali pertama untuk diri sendiri, kali kedua untuk ilmu yang didapati sehingga murni dalam kehidupan dan kali ketiga untuk orang yang telah berjasa memperkenalkan ajaran agama kepada kita. Terakhir mursyid membaca al-ham-dulillahirabbil’alamin dan terus membaca do’a antara lain:
Pelaksanaan zikir sebagai media utama untuk menuju kedekatan dengan Tuhan memiliki 5 (lima) tingkatan, seorang murid tidak boleh pindah tingkat tanpa ada izin dari guru. Kelima tingkat itu adalah (1)Dzikir –ismi al- dzat, (2) dzikr al- lataif, (3) dzikir, nafi wal isbat, (4) dzikir wuquf dan ( 5) dzikir muraqabah.
1. Dzikir Ismu Dzat ialah melakukan dzikir atau mengingat Allâh S.W.T di dalam hati dengan menyebut kalimah “Allâh, Allâh, Allâh” sebanyak 7000 (tujuh ribu) kali sehari semalam. Dzikir ini bertujuan untuk menjaga hati agar tetap selalu bertawajjuh dengan Tuhannya. Ini lah dzikir tahap awal, yang juga bertujuan melatih hati dan pikiran selalu hadir bersama Tuhan.
2. Dzikir Latha-if, atau disebut juga dzikir latifah, yaitu bilik darah pada tujuh tempat dalam diri yang sangat vital sekali, yang disebut juga dengan “latifah”, yaitu bahagian yang halus dalam diri tempat berpusatnya semua kehidupan manusia. Yang meliputi; hati, jantung, paru, limpa, empedu,otak dan seluruh tubuh manusia. Lafazd dzikir masih sama dengan dzikir ismu dzat, “Allâh, Allâh, Allâh “ yang hanya diingat dalam hati tanpa suara, denganjumlah 11.000 kali dengan cara dan penempatannya.
Dzikir Allâh, Allâh pada Lata-if al-Qalbu, tempatnya berhubungan pada jantung jasmani, letaknya dua jari dibawah susu kiri, cendrung kesebelah kiri, banyak dzikirnya 5000 kali. Dzikir jenis ini terdiri dari:
a. Dzikir Allâh, Allâh pada lata-if ar-Ruh, tempatnya berhubungan pada rabu jasmani, letaknya dua jari dibawah susu kanan cendrung ketengah dada. Banyak dzikirnya 1000 kali.
b. Dzikir Allâh,Allâh pada lata-if As-Sirri, tempatnya pada hati jasmani, letaknya dua jari diatas susu kiri, cendrung ketengah dada, banyak dzikirnya 1000 kali.
c. Dzikir Allâh, Allâh untuk Latifatul khafy, tempatnya berhubungan pada limpa jasmani, letaknya dua jari diatas susu kanan, cendrung ketengah dada, Dzikirnya sebanyak 1000 kali.
d. Dzikir untuk Latifatul Akhfa’ tempatnya berhubungan pada empedu jasmani, kata yang lain letaknya pada buah pinggang,letaknya ditangah-tengah dada agak keatas, dizikirnya sebanyak 1000 kali.
e. Dzikir untuk lathifatun nafs an-natiqah, tempatnya pada batin otak benak, letaknya ditengah-tengah kening antara keatas dua mata. Banyakdzikirnya 1000 kali.
f. Dzikir untuk kullu jasad (semua anggota tubuh) tempatnya untuk seluruh badan meliputi seluruh jasmani, dzikirnya 1000 kali pula.
3. Dzikir Nafi Isbat, yaitu membaca kalimah “ la ilaha illa Allâh”di dalam hati. Penamaan dzikir nafyu isbat di dasarkan pada kalimah dizikir itu mengandung pengertian Nafi’ (menidakan) dan Isbat (mengiyakan). “La ilahaa” artinya meniadakan semua yang berhak jadi Tuhan ; sedangkan Lafazd “Illa Allâh” berarti menetapkan bahwa hanya Allâh sajalah yang wajib di sembah, diimani dan diyakini serta ditatati. Tata cara dzikir ini ialah dengan memejamkan mata dan mengatupkan mulut, gigi atas merapat ke gigi bawah, lidah melekat ke langit-langit, nafas ditahan, lalu mulai berdzikir di dalam hati, dengan mengucapkan kalimah “La” dengan tarikan nafas dari bawah pusat, lalu diteruskan ke atas, sampai ke otak, ke bahu kanan. Kemudian itu dilanjutkan dengan kalimah “illa Allâh“ yang disertai dengan hempasan nafas ke hati sanubari, sehingga terasa panasnya keseluruh badan. Ketika sampai di hati disebalah kiri lalu diucapkan kalimah “Muhammad Rasulullah”. Ini diulangi sekuat nafas serta menghadirkan arti kalimah tersebut dalam pikiran. Dzikir ini dimaksud untuk mengingat kepada maut, karena bila nafas berhenti maka mati akan datang. Lebih jauh, dikatakan oleh ulama naqsabandiyah orang-orang yang dapat memelihara dzikir nafi isbat ini tidak akan keluh kesah atau resah ketika sakratul maut datang menjemputnya.
4. Dzikir waquf, yaitu dzikir dengan membaca “la ilaha illa Allâh” juga dalam bentuk sirri (tanpa suara) guna memantapkan hati bahwa Allâh selalu hadir atau (wuquh) bersama di mana dan kapan saja. Maka, dengan demikian hati dan pikiran orang yang sedang berdzikir tidak akan pernah lalai sedikitpun dari Tuhannya. Pendapatnya ini di dasarkan pada hadis “U’budullahi ka annaka tarahu, fain lam takun tarahu fainnahu yaraka ( sembahlah Tuahmu seolah-olahnya kamu melihatnya, atau kamu yakni bahwa Ia melihat kamu).Wuquf itu ada tiga macam pula; (1)wukuf zamani, yaitu memusatkan pikiran mengingat masa yang telah dilalui dan setiap saat harus selalu diisi dengan perbuatan yang akan menyampaikan kepada tujuan semula, dan tidak pernah lengah walaupun sekejap. (2) Wukuf ‘Adady, , yaitu mengingat kalimat tauhid di dalam hati sambil menahan nafa, sambil menghitung berapa kali ia dapat mengingat kalimah itu dalam satu kali bernafas, satu, tiga, ima, tujuh sampai21 kali ( dengan bilangan ganjil). (3) Dzikir wuqf qalby, yaitu bahwaselama berdzikir itu , hati tetap tertuju kepada Allâh, tanpa memperhatikan atau menoleh kepada yang lain sedikitpun jua, sehingga hatinya selalu hadir bersama Allâh. Inilah syarat penting dalam berdzikir, yang disebut dengan istilah “Hudhur, Syuhud, Wushul dan Wujûd “.
5. Dzikir Muraqabah, yaitu mengucapkan kalimah “ La ilaha Illa Allâh” di dalam hati secara berulang-ulang kali. Dzikir ini dimaksudkan untuk mendawamkan (mengekalkan) rasa dekatnya dengan Tuhan. Hadis yang dijadikan dasar adalah “ Fain lam takun tarahu fainnahu yaraka” ( Jika engkau tidak melihat Tuhan, maka ketahuilah bahwa Tuhan selalu melihat engkau). Keyakinan akan pengawasan Allâh yang memerlukan adanya dzikir mraqabah itu. Dzikir Muraqabah itu terdiri lima macam pula (1) Dzikru Ahadiyatil af’al, yaitu memperkokoh keyakinan akan keesaan fi’il atau perbuatan. Bahwa fi’il yang sebenarnya adalah fi’il Allâh , sedangkan fi’il manusia dapat terjadi karena fi’il dan kehendak Allâh jua. Oleh sebab it kalimah “La illaha Illa Allâh” yang diucapkan mestilah dipahami dengan arti “ la fai’la Illa Allâh” (tidak ada yang dapat berbuat kecuali Allâh). (2) Dzikru Muraqabatil Ma’iyyah, yaitu memperkokoh keyakinan bahwa Allâh selalu bersama kita, maka makna kalimah “La illah illa Allâh “adalah “ la maujuda illa Allâh” (artinya tiada yang sebenar-benar ada, kecuali adalah Allâh).(3) Dzikru Muraqabatil Aqrabiyyah, yaitu dzikir untuk memantapkan keyakinan bahwa Allâh amat dekat dengan kita dan selalu melindungi kita. Maka makna “La illaha illa Allâh”adalah “ La maqshuda Illa Allâh” (artinya tidak satupun yang dituju kecuali Allâh semata-mata. (4)Dzikiru Muraqabatil Al-Dzat, yaitu untuk memperkuat keyakinan tentang keMaha-Esaan Allâh, maka kalimah “La illah illa Allâh: diartikan “La Ma’buda Illa Allâh” (artinya tidak ada yang boleh disembah kecualiAllâh), (5) Dzikru muraqabatil Hubbi al-Sirri, ini dimaksudkan untuk memperkuat keyakinan bahwa Allâh sangat kasih kepada kita, dan kitapun amat kasih kepadanya. Maka makna “La Illah illa Allâh” adalah “ La Mahbuba Ila Allâh” (Artinya tidak ada satupun yang dikasihi, kecuali Allâh)[61].
Syekh Jalal al-Din dalam Buku Penutup Umur dan Seribu Satu Wasiat Terakhir menulis bahwa masing tingkatan dzikir diatas harus dilakukan dengan kaifiat-kaifiat yang tepat dan benar. Dzikir Lataif, sebagai dzikir tingkat pertama yaitu membaca kalimah “Allâh, Allâh” dengan lidah batin sebanyak 5000 kali, yang berhubungan dengan hati sanubari dan jantung. Ini akan membuahkan terbuangnya 5 (Lima) sifat dalam hati; yaitu hawa, nafsu, kasih ke dunia, Iblis dan Syaithan. Dan akhirnya juga akan memasukkan kedalam hati 5 (lima) sifat yang Iman,Islam, Ihsan, Tauhid dan Ma’rifat. Pada saat ini akan terjadi fana fi ismi (fana dalam nama Tuhan) dan terjadi pula Mati thabi’I (mati dalam pengertian sifat) makan akan menimbulkan cahaya yang gemilang. Selanjutnya diiringi dengan bacaan 1000 kali dzikir Allâh, Allâh pada latifah Rubbi, berhubungan dengan rabu. Ketiga 1000 kali pada latifah sirri berhubungan dengan hati jasmani. Keempat 1000 kali pada latifah khafi tempatnya berhubungan limpa jasmani. Kelima, 1000 kali pada latifah akhfa, yang berhubungan dengan empedu hijau. Keenam dzikir Allâh, Allâh 1000 kali pada latifah nafsun natiqah yang berhubungan dengan otak benak jasmani. Ketujuh 1000 kali pada latifah kullu jasad yang berhubungan dengan seluruh tubuh yang kasar. Dzikir yang 11.000 ribu itu sangat mujarabab untuk mengobatai 70 macam penyakit jasmani dan rohani.
Dzikir tersebut dilakukan dengan mengikuti kaifiat atau tata cara (1) Lidah kasar ditegakkan ke langit-langit. Bibir dan gigi geraham dirapatkan, lantas lidah batin membaca Allâh, Allâh. (2) Mata kasar dipejamkan, mata batin (rohani)melihat kepada Allâh dengan penglihatan Iman dan yakin. (3)Telinga kasar ditulikan,sedangkan telinga batin mendengar firman Allâh yang berbunyi ”Innany ana Allâh’’(Artinya: Sesungguhnya Aku adalah Allâh). (4) Hidung kasar dipangaukan, sedangkan hidung batin mencium baun sorga akhirat. (5) Perasaan kasar,seumpama haus lapar,dingin dan panas dihilangkan, perasan batin merasai hanya Allâh yang ada (la maujuda illa Allâh).
Sedangkan dzikir tingkat tertingi adalah dzikir tahan nafas atau dzikir di pintu gerbang kematian, atau dizkir sakratul maut atau muhtadar. Dzikir tingkat terakhir ini adalah dengan membaca “ la ilaha illa Allâh, disambung dengan Muhammmad Rasulullah ditambah lagi dengan Ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathlubi” Tata cara yang harus dilakukan dalam dzikir tingkat tiga ini ada 7 macam (1) mengerjakan wuquf qalbi, yaitu hadir hati kepada Allâh S.W.T dengan cara duduk istirahat antara satu nafas dengan nafas berikutnya, (2) menahan nafas dari pusat, seperti cara menyelam dalam air, (3) pandang guris kalimah la ilahah illa Allâh ditarik dari bawah pusat dinaikan ke atas kepala ditarik kebahu kanan, masuk dalam hati sanubari, (4) hadir makna la ilaha illa Allâh yakni tiada yang dikasihi kecuali Allâh, (5) bilangan ganjil, yakni di mulut membaca kalimah la ilaha illa Allâh bilangan ganjil, jika sudah sampai 27 maka berhentilah (6) palukan kalimah la ilaha illa Allâh ke dalam hati sanubari, kadang kadang baun nafas orang yang sedang dzikir tingkat tiga ini seperi bau daging bakar.(7) Setelah membaca dzikir dengan bilangan ganjil 3 sampai 21 selanjutnya ditahan nafas dengan membaca dalam hati La illaha illa Alah Muhammadurasullulah ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathlubi kemudian baru nafas dilepaskan perlahan-lahan gigi dan geraham tidak lagi di rapatkan.
BAHAGIAN KEENAM
DZIKIR
LATIHAN HATI
Dzikir sebagai sebuah ibadah telah lama dilakukan oleh ulama dan ummat Islam. Isi dan cari dzikir ternyata tidaklah seragam, namun itu bukan berarti dzikir tidak kuat dasarnya tetapi itu menunjukan ada keinginan yang kuat untuk berdzikir.
Munculnya ibadah dzikir dalam system keagamaan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari paham keagamaan yang hidup dalam masyarakat Islam. Paham keagamaan dimaksud adalah paham tasawuf. Dalam kajian tasawuf diperkenalkan tentang keutamaan dan fadhilah yang akan diperoleh oleh ummat yang mau melakukan dzikir. Motivasi pahala dan manfaat dzikir telah menjadikan ibadah dzikir begitu luas dan hampir dilakukan oleh setiap ummat, terutama selesai shalat wajib.
Diantara faedah atau fungsi zikir itu adalah :
1. Mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shaleh ini.
2. Menghasilkan rahmat dan inayat Allah.
3. Memperoleh sebutan dari Allah dihadapan hamba-hamba pilihan.
4. Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut nama Allah.
5. Melepaskan diri dari azab.
6. Memelihara diri dari bisikan setan dan membentengi diri dari maksiat.
7. Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
8. Menyampaikan kepada derajat yang tinggi di sisi Allah.
9. Memberikan siraman kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa.
10. Menghasilkan tegaknya suatu kerangka iman dan islam.
11. Menghasilkan kehormatan dan kemuliaan di akhirat.
12. Melepaskan diri dari sesalan.
13. Memperoleh penjagaan dan pengawalan dari malaikat.
14. Menyebabkan Allah bertanya kepada para malaikat yang menjadi utusan Allah tentang keadaan orang-orang yang berzikir.
15. Menyebabkan kebahagiaan bagi orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang zikir, walaupun orang yang turut duduk itu adalah orang yang tidak berbahagia.
16. Menyebabkan dipandang sebagai ahl ihsan, dipandang sebagai orang yang berbahagia karena dapat mengumpulkan kebaikan.
17. Menghasilkan ampunan dan keredhaan Allah.
18. Menyebabkan terlepas dari pintu fasik dan durhaka, karena orang yang tidak mau berzikir dihukum sebagai orang yang fasik.
19. Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.
20. Menyebabkan para Nabi dan orang-orang mujahid (syuhada`) menyakai dan mengasihi.
Tidak sekedar faedah dan pahala sebagaimana disebut di atas saja, dzikir juga diyakini menjadi sarana untuk mencapai ma’rifat (pengenalan Allah) yang hakiki. Ada empat macam jenis dzikir yang dapat digunakan untuk mencapai tingkatan ma’rifat kepada Allah, yaitu :
1. Dzikir Jalîy, yaitu zikir yang diucapkan dengan suara keras. Lafaz zikir yang dibaca adalah la ilaha illa Allah. Faedah zikir ini adalah untuk mensucikan tubuh dari segala dosa.
2. Dzikir Khâfiy, yaitu zikir yang dilakukan dengan tidak bersuara. Lafaz zikirnya adalah Allah, Allah, Allah…dan seterusnya. Faedahnya adalah untuk mensucikan hati dari segala kotoran batin.
3. Dzikir Sirriy, yaitu zikir yang hanya dilakukan dalam hati. Lafaz yang dibaca adalah Hu Allah… dan seterusnya. Faedahnya adalah untuk mensucikan nyawa atau roh.
4. Dzikir Munshariy, yaitu zikir dengan bacaan Allah Hu… dan seterusnya. Faedahnya adalah untuk mensucikan rahasia-rahasia batin.
Dzikir tidak akan efektif bila pelaksana tidak menindahkan beberapa hal penting yang dilakukan ketika sedang berdzikir antara lain :
1. Tawajjuh
Dzikir hendaknya dilakukan dengan jiwa yang penuh berhadap kepada Allah SWT (Tawajjuh). Tawajjuh, yaitu bahwa hati harus selalu menghadap kepada Allah SWT. Tawajjuh dapat pula dibagi kepada tiga macam, yaitu :
(a) Tawajjuh syari’at, yakni menghadapkan hati kepada a’yan kharijiyyah.
(b) Tawajjuh haqiqat, yakni menghadapkan hati kepada a’yan tsabitah.
(c) Tawajjuh ma’rifat, yakni menghadapkan hati kepada perpaduan antara dzat Allah dan sifat-sifat-Nya.
2. Muraqabah. yaitu bahwa hati harus selalu mengintai atau mengharap kepada Allah SWT., yang juga terdiri dari tiga macam, yaitu :
(a) Murâqabah syari’at, yakni bahwa hati selalu mengintai atau mengharap kepada a’yan kharijiyyah.
(b) Murâqabah haqiqat, yakni bahwa hati selalu mengintai atau mengharap kepada a’yan tsabitah.
(c) Muraqâbah ma’rifat, yakni bahwa hati selalu mengintai kepada perpaduan antara zat Allah dan sifat-sifat-Nya.
3. Musyahadah, yaitu bahwa hati sudah seakan-akan dapat memandang atau menyaksikan Allah SWT. Musyahadah juga terdiri dari tiga macam, yaitu :
(a) Musyahadah syari’at, maksudnya adalah bahwa hati selalu memandang atau menyaksikan a’yan kharijiyyah.
(b) Musyahadah haqiqat, maksudnya adalah bahwa hati selalu memandang atau menyaksikan a’yan tsabitah.
(c) Musyahadah ma’rifat, maksudnya adalah bahwa hati sudah dapat memandang atau menyaksikan kesatuan antara zat Allah dan sifat-sifat-Nya.
WIRID DZIKIR.
Wirid adalah bentuk amalan dzikir yang dilakukan berulang-ulang. Pengulangan itu dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang lima waktu. Dzikir wirid itu adalah menyebut nama Allah atau kalimat-kalimat yang baik (al-kalimat al-Thayyibat). Misalnya, membaca Tasbih (Subhâna Allah), Tahlil (La Ilaha Illa Allah), Tahmid (al-hamdu li Allah), Takbir (Allahu Akbar), Hawalah (La Haula wa la quwwata Illa bi Allah), dan sebagainya.
Seorang mukmin selalu dituntut oleh ajaran Islam untuk banyak berzikir kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 41, sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اذْكُرُوْا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا .
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (ingat) kepada Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya (terus menerus). (QS. Al-Ahzab : 41)
Manusia harus banyak memuji dan menyebut (zikir) nama Allah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manusia yang berjalan pada rel kehidupan yang benar akan marasakan ketenteraman dan kedamaian dalam hidupnya :
أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
Artinya: Ingatlah !, hanya dengan mengingat (zikir) Allah saja hati menjadi tenteram. (Q. S. 13 : 28)
Selalu berlindung kepada Allah dari segala godaan, banyak beristighfar, banyak berzikir dengan kalimat La Ilaha Illa Allah. Dalam kaitan ini, dapat dipahami sebuah sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi :
عَنْ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَالاِسْتِغْفَارِ وَأَكْثِرُوْا مِنْهُمَا فَإِنَّ إِبْلِيْسَ قَالَ أَهْلَكْتُ النَّاسَ بِالذُّنُوْبِ وَأَهْلَكُوْنِيْ بِلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَالاِسْتِغْفَارِ فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ أَهْلَكْتُهُمْ بِالأَهْوَاءِ وَيَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُوْنَ (رواه أبو يعلى) .
Artinya: Dari Abu Bakar, semoga Allah meredhainya, Nabi SAW berkata : Dianjurkan kepadamu untuk membaca kalimat Lâ Ilaha Illa Allâhdan istighfar sebanyak-banyaknya. Maka iblis berkata, “aku menghancurkan manusia dengan perbuatan dosa dan manusia menghancurkan aku dengan kalimat Lâ Ilaha Illa Allâhdan istighfar. Ketika aku melihat hal yang demikian maka aku menghancur-kan mereka (manusia) melalui hawa nafsu untuk menentukan apakah mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. (HR. Abu Ya’la)
Dzikir juga berkaitan dengan hati manusia. Sabda Nabi Muhammad SAW :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَلاَ إِنَّ فِيْ الْجَسَدِ مُضْغَةً إَذَا صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ الْجَسَدِ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ الْجَسَدِ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Bersabda Nabi SAW : Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal daging. Apabila baik daging itu maka baiklah seluruh tubuh ; jika daging itu rusak maka rusak pula seluruh tubuh.Ketahuilah, bahwa sesungguhnya daging yang segumpal itu adalah hati. (HR. Bukhari dan Muslim).
Zikir, dalam pengertian yang luas merupakan salah satu amalan utama yang dapat mengantarkan manusia kepada kesempurnaan dan kesucian jiwanya. Nabi Muhammad SAW dalam beberapa sabdanya mengemukakan :
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ والْمَوْتِ (رواه البخاري).
Artinya: Perumpamaan orang yang berzikir menyebut nama Tuhannya adalah seumpama orang yang masih hidup dibandingkan dengan orang yang sudah mati. (HR. Bukhari)
Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga mengungkapkan :
إِذَا ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ وَإِذَا ذَكَرَنِيْ فِيْ ملأٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُ (رواه البخاري ومسلم).
Artinya:Bila seorang hamba mengingat-Ku pada jiwanya (dirinya), niscaya Aku (Tuhan) mengingat dia pada diri-Ku. Dan apabila dia menyebut nama-Ku di hadapan jama’ah (orang ramai), maka Aku menyebutnya di hadapan orang ramai lebih baik dari jama’ahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Bentuk dzikir yaumiyah (harian) yang menjadi amalan yang diwiridkan setelah selesai melaksanakan shalat fardhu. ialah :
a. Membaca أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ sebanyak tiga kali.
b. Membaca
الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبِّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ .
c. Membaca
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ . اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ . إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ . اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ . صِرَاطَ الَّدِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ.
Kemudian dilanjutkan dengan membaca:
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ اَللهُ لاَ إلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِيْ الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَئُوْدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ .
Kemudian dilanjutkan pula dengan membaca tasbih, tahmid dan takbir, yaitu :سُبْحَانَ اللهِ sebanyak tiga puluh tiga kali dan diakhiri dengan membaca سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ دَائِمًا kemudian membaca اَلْحَمْدُ لِلَّه sebanyak tiga puluh tiga kali dan diakhiri dengan membaca اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ عَلَى كُلِّ حَالٍ seterusnya membaca اللهُ أَكْبَرُ sebanyak tiga puluh tiga kali dan disempurnakan dengan membaca لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ Kemudian dibaca pula :
اَللُّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ رَادَّ لِمَا قَضَيْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ سَادَتِنَا أَصْحَابِ سَيِّدِنَا رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ.
Selanjutnya dibaca pula :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ ، يَا لَطِيْفُ يَا كَافِي يَا حَفِيْظُ يَا شَافِي يَا لَطِيْفُ يَا كَافِي يَا حَفِيْظُ يَا شَافِي اللهُ يَا لَطِيْفُ يَا وَافِي يَا كَرِيْمُ أَنْتَ اللهُ .
Kemudian dibaca لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله seberapa sanggup, misalnya seratus kali atau lebih.
Kemudian diakhiri dengan bacaan :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رِسُوْلُ اللهِ كَلِمَةُ حَقٍّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوْتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ الآمِنِيْنَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ إِلَهِيْ أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ.
Terakhir, membaca do’a yang hafal dan diinginkan.
ADAB ZIKIR
Dzikir apapun yang dilakukan baru akan berati jika ia dilakukan dengan mengikuti adab. Adab dzikir adalah (tata cara yang lazim dilakukan dalam pengamalan dzikir, terutama dikalangan ahli tarekat). Adab zikir banyak sekali namun yang populer ada dua puluh macam, sebagai berikut :
Ada lima macam yang harus dilakukan sebelum berzikir, yaitu :
1. Mandi, dengan tujuan supaya badan terasa sejuk sehingga dapat khusyu’ dalam melakukan zikir.
2. Berwudhu`, supaya seseorang merasa suci dalam melakukan zikir.
3. Taubat, mengucapkan astaghfiru Allah dan hati memohon ampunan Allah atas segala dosa dan kesalahan pada masa lampau. Kemudian dibaca pula shalawat kepada Nabi dengan perasaan rindu bertemu dengannya.
4. Diam, artinya memusatkan konsentrasi penuh, semata untuk berzikir kepada Allah.
5. Melakukan Rabithah (mendatangkan rupa) syekh atau membayangkan rupa guru sewaktu akan berzikir seraya memohon pertolongan dan bimbingan guru, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kemudian, ada dua belas macam adab zikir yang perlu diperhati-kan ketika melakukan zikir kepada Allah. Yaitu :
1. Duduk di tempat yang suci.
2. Duduk bersila dan kedua telapak tangan diletakkan di atas kedua lutut.
3. Memberi wangi-wangian atau bunga pada tempat berzikir sehingga baunya enak.
4. Berpakaian yang bersih dan diberi minyak harum sekedarnya untuk membantu mencapai kekhusyu’an dalam berzikir.
5. Brzikir di tempat yang sunyi supaya bisa lebih berkonsentrasi dalam berzikir.
6. Memejamkan mata agar pandangan tidak terganggu sehingga sulit mencapat kekhusyu’an.
7. Membenarkan ucapan zikir dengan hati.
8. Ikhlas hati dalam berzikir.
9. Memilih lafaz zikir Lâ Ilaha Illa Allâh ini adalah lafaz zikir yang terbaik.
10. Menghadirkan makna zikir dalam lubuk hati dan berupaya meresapi hakekat maknanya.
11. Menafikan segala sesuatu selain Allah.
12. Menghadirkan hakikat wujud Allah dalam hati.
Selain itu, ada tiga macam adab sesudah berzikir, yaitu :
1. Diam, artinya segera sesudah berzikir langsung membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رِسُوْلُ اللهِ كَلِمَةُ حَقٍّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا
نَمُوْتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ الآمِنِيْنَ
بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ إِلَهِيْ أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ.
Artinya: “La ilaha illa Allah, Muhammad rasul Allah” adalah kalimat yang sempurna (hak) ; itulah kalimat yang menjadi pegangan hidup dan matiku ; dan insya Allah dengan kalimat itu pula aku dibangkitkan bersama golongan orang-orang yang merasa damai dengan rahmat dan kemuliaan Allah. Ya Allah, Engkau yang menjadi tujuan hidupku dan hanya redha-Mu yang aku cari.
2. Menahan beberapa nafas, yakni mencoba mengatur arus pernafasan dalam melakukan zikir.
3. Menahan makan dan minum sebagai bagian dari upaya pengendalian diri dalam melakukan zikir. Di samping itu, menahan atau mengendalikan makan dan minum dimaksud-kan agar dorongan nafsu seksual menjadi berkurang dan dapat dikendalikan.
Pelaksanaan zikir dilakukan dengan urutan sebagai berikut;
(1). Membaca surat Al-Fatihah yang diniatkan pahalanya untuk arwah Nabi Muhammad SAW, dengan pengantar bacaan, sebagai berikut :
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ قَدْ أَهْدَيْتُ هَذِهِ الْفَاتِحَةَ لِرُوْحِ نَبِيِّكَ
الْكَرِيْمِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلَّهِ الْفَاتِحَةِ.
(2). Membaca surat Al-Fatihah yang diniatkan pahalanya untuk arwah para nabi dan rasul serta para sahabat dan pengikut-nya, dengan pengantar bacaannya:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ قَدْ أَهْدَيْتُ هَذِهِ الْفَاتِحَةَ لأَرْوَاحِ عَامَّةِ
الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَآلِ كُلٍّ مِنْهُمْ وَصَحْبِهِمْ
وَتَابِعِيْهِمْ لِلَّهِ الْفَاتِحَةِ.
(3). Membaca surat Al-Fatihah yang diniatkan pahalanya untuk syekh Syathariyah sampai kepada Ali bin Abi Thalib, dengan pengantar bacaan, sebagai berikut :
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ قَدْ أَهْدَيْتُ هَذِهِ الْفَاتِحَةَ لأَرْوَاحِ سَيِّدِيْ
وَشَيْخِيْ وَأُسْتَاذِيْ فُلاَنٍ بْنِ بُلاَنٍ وَمَشَايِخِهِ لِلَّهِ الْفَاتِحَةِ
Pahala membaca surat Al-Fatihah itu dapat diniatkan atau dihadiahkan bagi orang yang telah meninggal dunia. Begitu juga, seseorang dapat mendo’akan orang yang telah meninggal dunia dan memohonkan kepada Allah ampunan bagi mereka.
(1) Membaca istighfar sebayak sepuluh kali, sebagai berikut :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ (10 x)
(2).Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dengan perasaan cinta dan kasih kepadanya, Bacaannya adalah :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ
(3).Membaca bacaan zikir sekurang-kurangnya seratus kali, sebagai berikut :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ - لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ - لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Ketika lidah membaca لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُmaka hati senantiasa harus mengikuti maknanya, yaitu bahwa tiada sesuatu apapun wujud yang disembah melainkan wujud Allah. Kemudian, zikir dilanjutkan dengan membaca lafaz اللهُ sebanyak seratus kali atau lebih. Pada waktu ini, hati juga mengikuti makna bahwa hanya Allah yang maujud, yang lain, pada hakekatnya, tidak mempunyai wujud. Setelah itu, zikir diakhiri dengan membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رِسُوْلُ اللهِ كَلِمَةُ حَقٍّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوْتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ الآمِنِيْنَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ إِلَهِيْ أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ.
(4).Membaca do’a sebagai penutup zikir, yaitu :
اَللَّهُمَّ نَوِّرْ قَلْبِيْ بِذِكْرِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاشْرَحْ رُوْحِيْ بِذِكْرِ اللهِ ، اللهِ وَاكْشَفْ أَسْرَارِيْ بِذِكْرِهِ هُوَ وَاجْعَلْنِيْ دَوْمًا فِيْ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
KESEMPURNAAN DZIKIR.
Dzikir sebagai amalan yang dianjurkan biasanya dilakukan dengan beberapa amalan pendahuluan serta disertai persyaratan atau adab tertentu. Di antara hal penting yang termasuk kedalam rangkaian ibadah dzikir adalah :
- 1. BAI’AT
Dzikir sebagai wahana untuk mengingat Allah akan lebih dirasakan bilamana diawali dengan komitmen terus menerus akan kemahakuasaan dan keesaan Allah. Peneguhan komitmen ini biasa juga disebut dengan bai’at.
Prosesi pelaksanaan bai’at diawali dengan membaca surat Al-Fath ayat 10 :
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم إِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللهَ يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِم ْ، فَمَنْ نَكَثَ يَنْكُثُ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَهَدَ عَلَيْهُ اللهَ فَسَنُؤْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْمًا
Setelah itu, dilanjutkan dengan membaca lafaz istighfar,
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ sebanyak tiga kali. Kemudian, diikuti dengan bacaan :
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِالسَّيِّدِ الشَّيْخِ شَيْخًا وَمُرَبِّيًا وَدَلِيْلاً وَبِالْفُقَرَاءِ التَّابِعِيْنَ إِخْوَانًا لِيْ مَا لَهُمْ وَعَلَيْنَا مَا عَلَيْهِمُ الطَّاعَةُ تَجْمَعُنَا وَالْمَعْصِيَةُ تُفَرِّقُنَا .
Seterusnya, bershalawat kepada Nabi dengan membaca :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ .
Setelah itu, membacakan talqin zikir, لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُsebanyak tiga kali, Pengucapan kalimat-kalimat zikir itu diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis yang dimulai dari gelengan kepala ke kiri sewaktu membaca إِلاَّ اللهُ hingga berbalik ke kanan sewaktu membaca kalimat لاَ إِلَهَdengan gerakan memiringkan dada sebelah kiri. Zikir tersebut dilakukan dengan posisi duduk bersila dan empu kaki kanan dijepitkan kepada lutut yang sebelah kiri, sedangkan kedua telapak tangan diletakkan di atas kedua lutut.
Dzikir bai’at ini biasanya dilakukan sebanyak seratus kali dan kemudian diakhiri dengan membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَةُ حَقٍّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوْتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ الآمِنِيْنَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ إِلَهِيْ أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ .
Kemudian, dibaca pula do’a zikir bai’at sebanyak tiga kali, yaitu :
اَللَّهُمَّ خُذْ مِنْهُ وَتَقَبَّلْ مِنْهُ وَافْتَحْ عَلَيْهِ بَابَ كُلِّ خَيْرٍ كَمَا فَتَحْتَهُ عَلَى أَنْبِيَائِكَ وَعِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
SHALAT TAUBAT
Shalat taubat, merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Pentingnya shalat taubat ini dipahami dari sabda Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ حَدَّثَنِيْ أَبُوْ بَكْرٍ ، يَقُوْلُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ نَافِلَةً ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلاَّ غَفَرَ لَهُ ثُمَّ قّرَأَ هّذِهِ الآيَةَ: وَالَّذِيْنَ إِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوْا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوْا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلَى فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ . أُولَئِكَ جَزَاءُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِيْنَ (رواه أبو داود والنسائي وابن ماجه والبيهقي).
Artinya :Dari Ali bin Abi Thalib : Abu Bakar memberitahukan kepadaku bahwa Nabi SAW pernah bersabda : Tidaklah bagi seseorang yang melakukan dosa, lalu ia berdiri dan bersuci, kemudian melaksanakan shalat sunat dua raka’at dan kemudian beristighfar kepada Allah, kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya. Abu Bakar lalu mem- baca ayat (surat Ali ‘Imran ayat 135-136) : “Dan orang-orang yang apabila (terlanjur) mengerjakan perbuatan keji atau berlaku zhalim terhadap diri mereka sendiri, lalu mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka, karena hanya Allah yang dapat memberikan ampunan. Dan mereka (berjanji) tidak akan meneruskan perbuatan kejinya itu sedangkan mereka mengatahuinya. Mereka itulah yang akan mendapat ampunan dari Tuhan dan sorga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya dan inilah sebaik-baik pahala bagi orang yang beramal. (HR. Abu Daud, Nasa`i, Ibnu Majah dan Baihaqiy)
Kemudian, Nabi SAW juga bersabda :
عَنْ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ عَبْدٌ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَقُوْمُ وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلاَّ غَفَرَ لَهُ (رواه أبو داود والترميذي).
Artinya : Dari Abu Bakar r.a., Nabi SAW bersabda : “Tidaklah bagi seorang hamba yang berdosa, kemudian ia berdiri lalu berwudhu` dan shalat (sunat) dua raka’at, kemudian ia meminta ampun kepada Allah, melainkan Allah mengampuninya”. (HR Abu Daud dan Turmizi)
Shalat taubat merupakan ibadah khusus bagi setiap muslim yang merasa dirinya banyak melakukan perbuatan dosa. Asumsinya adalah bahwa manusia tidak ada yang luput dari dosa, karena pintu dosa itu banyak, antara lain : kaki, tangan, mata, telinga, mulut dan hati. Oleh sebab itu, manusia harus melakukan taubat dengan cara yang diajarkan oleh Nabi, yakni dengan melakukan shalat taubat dua raka’at. Allah SWT juga menyuruh manusia untuk bertaubat kepada-Nya, seperti Firman-Nya dalam surat At-Tahrim ayat 8, sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ (التحريم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Mudah-mudahan Tuhanmu membebaskan kamu dari segala kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai.
Nabi SAW juga memberikan tauladan dalam sabdanya :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ فَإِنِّيْ أَتُوْبُ إِلَيْهِ فِيْ الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
Artinya: Berkata Nabi SAW : “Hai manusia, bertaubatlah kamu kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari semalam. (HR. Muslim)
Selanjutnya, shalat taubat itu dilaksanakan berdasarkan cara-cara (tertib) tertentu. Biasanya shalat taubat dilakukan antara waktu shalat Maghrib dengan shalat Isya. Secara umum, tata cara pelaksanaannya sama dengan shalat lainnya. Namun, ada beberapa tata cara yang bersifat khusus, yaitu :
1. Lafazh niatnya sebagai berikut :
أُصَلِّيْ صَلاَةَ تَوْبَةٍ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى اللهُ أَكْبَرُ .
2. Pada raka’at pertama, sesudah membaca Al-Fatihah, dibaca ayat:
وَالَّذِيْنَ إِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً … أَجْرُ الْعَامِلِيْنَ
3. Pada raka’at kedua, sesudah membaca Al-Fatihah, dibaca ayat:
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوْءً ا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُوْرًا رَحِيْمًا .
4. Sesudah salam dibaca :
70 kali أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْه 100 kali سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر 10 kali
5. Doa (sebagai penutup)
Selain itu, ada pula beberapa syarat taubat yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan shalat taubat, yaitu :
1. Membaca istighfar dengan lidah dan hati, sehingga benar-benar mencerminkan harapan mendapatkan ampunan Allah SWT.
2. Menyesali segala kesalahan yang telah diperbuat pada masa lalu.
3. Berjanji dengan sepenuh hati bahwa tidak akan mengulangi berbuat kesalahan pada masa yang akan datang.
BAHAGIAN KETUJUH
DZIKIR
PEMERIKSA HATI
Dzikir pemeriksa hati adalah bentuk Dzikir yang ditujukan untuk muhasabah (memeriksa diri sendiri) ia dapat dilakukan sendiri atau berjamaah. Dzikir ini diawali dengan melantunkan Shalawat Badar “
Shalla Tullah – Shallamullah
‘Ala Thaha Rasulillah
Shala Tullah – Shalamullah
‘Ala Yasin Habibillah
Tawas Shalna Bibismillah
Wabil Hadi Rasulillah
Wakulli Muja Hidil Lillah
Biahlil Badri Ya Allah
Allah SWT dalam Al-qur’an surat Al-Fajr ayat 27-30 menghimbau Artinya: Wahai jiwa yang tenang kembalilah dikau keharibaan Tuhanmu dalam keadaan Ridha dan diridhai, masuklah dikau kedalam golongan hamba-hambaku, dan masuklah kedalam syurga-ku.
Rasulullah SAW dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tarmidzi, menyebut artinya:“ Apabila kalian melewati taman surga, maka merumputlah.” Para sahabat bertanya, “Apa itu taman surga Ya Rasulullah?” Beliau menjawab,” Majelis zikir.” (HR.Ahmad dan Tirmidzi).
Selanjutnya baca Shahadat dan Salawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Seterusnya luruskan niat, sebab segala amal ditentukan oleh niat.
Yaa Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Engkau tujuan kami, Ridha-Mu yang kami cari, kami sungguh harap kasih sayang-Mu, Ma’rifat-Mu, Cinta-Mu dan berdekatan dengan-Mu.
Seterusnya baca Surat Al-Faatihah. Fatihah artinya “ pembukaan” Juga disebut Umul Qur’an, umul kitab ; Induk dari Al-qur’an, artinya pada Al-Faatihah berhimpunnya makna dan kandungan Al-qur’an. Yang menyangkut masalah keimanan, hukum dan kisah. Yang kemudian dirinci dan dijelaskan oleh ayat-ayat pada surat yang lain. barang siapa yang rutin membacanya 17 kali sehari akan bertambah rasa keimanannya.
Allah Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Baca al-Fatihah bersama-sama “Al-Faatihah …… Amiin ‘1x
La ilaaha illallahu wallahu akbar, La hau la wa la quwwata illa billa hil ‘aliyyil adzim.
Kemudian baca Surat Al-Ikhlas. Al-Ikhlas artinya adalah ketulusan akan pengakuan dan pernyataan tegas dari sang khaliq terhadap makhluknya tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT. Barang siapa yang membacanya dan mengamalkannya dengan hati yang ikhlas maka ia akan dilepaskan dari kesusahan-kesusahan duniawi, dimudahkan dalam gelombang sakaratul maut, dihindarkan dari kegelapan kubur dan kengerian hari kiamat. Baca bersama-sama “Al-Ikhlas …1x
La ilaaha illallahu wallahu akbar, La hau la wa la quwwata illa billa hil ‘aliyyil adzim. Kemudian baca Surat Al-Falaq dan An-Naas. Surat ini adalah perintah kepada manusia agar selalu berlindung kepada Allah SWT dari segala macam kejahatan yang datang kedalam jiwa manusia, baik yang datang dari jin, maupun yang datang dari manusia itu sendiri. Dan barang siapa yang selalu membacanya akan terhindar dari rasa takut, bimbang, dan keguncangan jiwa yang saat ini banyak melanda umat manusia.Baca bersama-sama “Al-Falaq dan An-Nas 1x.
La ilaaha illallahu wallahu akbar, La hau la wa la quwwata illa billa hil ‘aliyyil adzim.
Muhammad sudah tidak ada lagi, tapi harus diingat bahwa ruhaniyah kenabian beliau masih tetap mengiringi dan mengikuti perjalanan kehidupan ummatnya sampai hari kiamat. Untuk itu kita sebagai ummatnya, pengikut beliau, yang seharusnya malu dan rugi, tanpa bershalawat kepada Rasulullah SAW. Yang merupakan Uswatun hasanah, Maksum, Rahmatan lil Alamin, Rahmat bagi sekalian alam.
Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat :56 “Sesungguhnya Allah dan para malaikat – malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi, hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan padanya”.
Selanjutnya bayangkan Rasulullah ada dihadapanmu, dan ucapkan salam kepada beliau; …… Assalamu a’laika ayyuhannabi warrahmatullahi wabarakatuh, Allahumma shalli a’la sayyidina Muhammad wa’ala aali sayyidina Muhammad.
Kemudian teruskan dengan membaca; Shalallah a’la Muhammad …. Shalallah a’lai wassallam … 7x
Ya..Allah, Ya “Arif, kami mohon ma’rifat-Mu, sehingga kami semakin mengenal-Mu, lalu cinta pada-Mu, lalu Kau jadikan kami hamba-Mu yang taat kepada-Mu, Ya Allah.
Selanjutnya hadirkan wajah-wajah orang tua kita, nenek Bapak ibu, kakak, adek, anak, kemenakan, karib, sanak saudara baik yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup, baik yang sehat ataupun yang sedang sakit, semoga ridho Allah selalu bersama kita. Baca …. Subhanallah walhamdulillah walailahaillallahu allahu akbar……7x
Ya Allah… Ya Aziz…. Ya Alim…. Ya Muhaimin…. Engkau tahu apa yang ada di hati kami, kami hamba-Mu yang datang mengharap Ridha-Mu Yaa Allah… Jadikanlah lidah kami yang selalu sibuk… sibuk berdzikir menyebut nama-Mu Ya Allah.
Jadikanlah kalbu kami yang selalu penuh cinta pada-Mu Ya Allah. Jadikanlah kemampuan kami, yang selalu memenuhi panggilan-Mu Ya Allah. Hanya Engkau yang Melindungi kami. Hanya Engkau yang menyelamatkan kami. Kami mohon hidayah-Mu Yaa …… Allaaah…. Baca …… Yaa Rahman… Yaa Rahim…… 33x , Yaa Waliy… 33x. Yaa Azhim… 33x
Ya Allah kami mohon cahaya-Mu, kami mohon kemulian-Mu, untuk hati, mata, telinga, lidah yang sering bersalah, karena tanpa Nurr-Mu Ya Allah,. . .
Rasakan hawa sejuk yang akan masuk kedalam jiwa kita… Ya An-Nur… Ya Allaaah… Kami mohon ampunan-Mu…. Sucikan kami Ya Allah…Bersihkan kami Ya Allah…
Ridhamu Ya Allah, ….Ya Allah…Kami mohon, cukupkan rezki kami lahir dan bathiinn. Berikan kami kemudahan, berikan kami jalan keluar dari kesusahan dunia ini ya Allah, berikan kami kekayaan dan kelapangan jiwa Ya Allah… wahai zat yang Maha mendengar dan Maha mengetahui. Baca … Yaa Khafi, Yaa Ghaniy… Yaa Fattah Yaa Razaq….x
Kembali merenung, Mengingat, ..! sadari, bahwa kita datang dari Allah dan akan berpulang kepada-Nya, tapi tahukah kita.. kapan, dimana,dan dalam kondisi apa kita akan kembali kepada-Nya…? Sudah siapkah kita dengan bekal….? Bila hari ini, besok, lusa atau sebentar lagi panggilan Allah itu datang….! Pernahkah kita memperhitungkan apa yang akan terjadi dialam kubur..? Dipadang mahsyar, dan diakhirat nanti yang itu sudah pasti menunggu kita sebagai penghuninya.. Ataukah kita masih sibuk menghitung-hituung… kekayaan, pangkat, jabatan yang dapat menghantarkan kita ke gerbang kebinasaan.
Teruskan dengan Dzikir, dengan mengawalinya; Fadlam innallahi afdallu dzikrillah ilaha illallah.
LA ILLAHA ILLALLAH…… 33X
Yaa Alllah……Yaa Basyir Yaa Ghafuur… Inilah kami yang berlumur dosa, datang pada-Mu, mohon ampunan-Mu, Sudah terlalu banyak dosa yang kami tumpuk-tumpuk dalam hidup ini, dan kau menyaksikan tatkala kami melakukannya. Baca ….Astagfirullahal A’zhim…… 33x
Hamba Allah, marilah kita sama-sama bersujud ke hadapan Allah SWT sambil mengingat semua dosa-dosa dan noda yang pernah kita lakukan selama ini dan menyerahkan diri kepadanya, semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa kita, dan selalu sayang kepada kita.
Sudahkah kita rasakan lezatnya kehidupan dekat dengan Allah SWT, dan manisnya beribadah… ? ataukah kita masih gelisah, marah, riya, karena dosa-dosa yang menghalangi kita dekat dengan Allah SWT.
Wahai saudaraku janganlah kau lalaikan hidupmu karena kesenangan dunia yang sifatnya sementara…… ! mari sama-sama ingat Allah dan mohon ampun kepada-Nya.
Ya Allah… Yaa Rahman Yaa… Rahim. Dengan izin dan Ridha-Mu, kami bersimpuh di hadapan-Mu. Inilah kami hambamu, datang pada-Mu, Mohon ampunan-Mu, Yaa Allah… Yaa Allah… Whalii’ Ya badii’ Yaa A’zhim Yaa Rabbal Alamin.
Kami mohon pada-Mu bukakanlah mata hati kami dari belenggu hawa nafsu. Bukakanlah mata hati kami dari tipu daya dunia. Bukakanlah mata hati kami dari dosa-dosa yang menutupinya.
Bukakanlah mata hati kami dari syetan yang mengotorinya, bukakanlah mata hati kami,untuk menerima hidayah-Mu, ampunan-Mu terhadap dosa-dosa yang kami lakukan dalam hidup ini.
Ya Allah jinakan hati kami, dengan nikmat-Mu, Ya Allah Satukan hati kami dengan rahman dan rahim-Mu.
Yaa Allah… Yaa khaaliq Yaa Jabbar. Telah Engkau beri kami Hati, mata, telinga, lidah, syahwat, tangan dan kaki yang kesemuanya, hanya untuk berbuat baik, berbuat benaarr, untuk mengabdi hanya kepada-Mu Yaa Allah. Namun sering, hati, mata, telinga, lidah, syahwat, tangan dan kaki itu kami pergunakan untuk hal-hal yang Engkau tidak Redhai Ya Allah,. . .
Yaa Allah… Ya Hayyuu… Yaa Kayyuum… Yaa Azhim… Yaa Rabbal Alamin. Sungguh Daiif hamba-Mu ini ya Allah, Sungguh begitu banyak perbuatan keji dan dosa yang telah kami lakukan. Maka pada hari ini Ya Allah, Dari relung hati yang sangat dalam, Kami hamba-Mu yang selalu bergelimang dosa, Memohon ampunan Kepada-Mu Yaa Allah Wahai Zat Yang Maha Ghafur.
Ya Allah , Engkau yang Maha Pengampun… Ampuni pula dosa-dosa kedua ibu Bapak kami, Sembilan bulan kami berada dalam kandungan beliau, Dalam Keadaan lemaah… Selama itu pula beliau tahan derita demi sibuah hati, Beliau tempuh kehidupan antara hidup dan mati saat melahirkan kami, lalu beliau didik kami dengan penuh kelembutan dan kasih sayang yang tiada tara.
Sementara kami Ya Allah…. Yang kadang kala tidak mendengar nasehat mereka,…Kami durhakai mereka,… .kami lalaikan mereka, kadang kala kami yang tidak acuh dengan penderitaan mereka,… kami tinggalkan mereka yang hanya karena tugas, jabatan, dan hebohnya hiruk pikuk dunia,… Yaa Allaaah, . . .Ampu u u un.. Ya Allah,. . .
Bagaimana mungkin hati kami akan tenang, Yaa Allah, Bila engkau tiada berkenan menyayangi dan mengampuni dosa dan kelalaian mereka Kepada-Mu Ya Allah. Ampuni dan sayangi Beliau Ya Allah… Sebagaimana beliau telah menyayangi kami semenjak kecil.
Yaa Allah, Jadikanlah Dzikir dan segenap amal Ibadah kami sebagai penebus dosa dan kelalaian mereka kepada-Mu, . . . Yaa Allah.
Ya Allah, ..Kau Maha kasih , Kau Maha Sayang, Ya Allah Kami mohon hidayah-Mu, Rahmat–Mu, Ridho-Mu untuk keluarga kami sehingga keluarga kami saliiing menyayangi,saling mengasihi, Menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah dunia akhirat,. . Ya Allah.
Ya Allah, Ya Tuhan,… kami mohon ampunan-Mu, Hidayah-Mu untuk seluruh kaum muslimin, terutama bagi mereka yang masih tertutup dari hidayah-Mu. semoga hidayah, rahmat-Mu untuk seluruh kaum Muslimin, agar kami saling menyayangi, mengasihi. kami mohon kedamaian Ya Allah…
Ya Allah… Ya Rahman… Ya Rahim… Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Jadikanlah halaqah kami ini sebagai wadah pembuhul tali silaturrahmi diantara kami, sarana perekat hati sesama kami.
Segala puji dan do’a hanya kami mohonkan kehadirat-Mu, semoga Engkau berkenan mendengar dan mengabulkan permohonan kami.
Rabbana atina fiddun yaa hassanah wafil akhirati hassanah waqina ‘azaabannar. Subha Narabbika Rabbil ‘izati hamma yasifhun Wassalamun ‘alal murshalin Walhamdulillahirabbil a’lamin. (Padang18112004)
[1] Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardazbah al-Bukhariy al-Ja’fiy, (selanjutnya disebut al-Bukhariy), Shahih al-Bukhariy, (Indonesia: [t.p], 1401 H/1981 M), kitab: Jihad wa al-Sayr bab: Ma Yukarrahu man al-Shaut fiy al-Takbir, no. 2770, juz. III, h. 199
[2] Abu ‘Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, (selanjutnya disebut Ahmad ibn Hanbal), Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, kitab ini disempurnakan lagi oleh muridnya Abu Bakar, (
[3] Al-Bukhariy., op.cit., kitab: al-Azan, bab: al-Zikr Ba’da al-Shalah, no. 796, juz.1, h. 204
[4] Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Zikir Berjamaah Sunnah atau Bid’ah, (
[5] Ahmad Ibn Hanbal, op.cit., bab: Baqiy Musnad al-Muktsirin, no. hadis. 11246
[6] Ahmad Dimyathi Badruzzaman, op.cit., h. 86
[7] Al-Bukhari, op.cit., kitab: Al-Tauhid, bab: Qaul Allah Ta’ala wa Yuhadzdzirukum Allah Nafsahu, no. hadis. 6856, juz. VIII, h. 171. Hadis ini juga terdapat pada Shahih Muslim, kitab: Al-dzikr wa al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighafar, bab: Al-Hats ‘ala Dzikr Allah Ta’ala, no. 4832, 4851, juz. VIII, h. 62. Sunan al-Tirmidziy, kitab: al-Da’awat’an Rasul Allah, bab: Fiy Husn al-Zhan biy Allah ‘Azza wa Jalla, juz. V, h. 345. Sunan Ibn Majah, kitab: al-Adab, bab: Fadhl al-‘Amal, no. 3812, juz. II, h. 1255, Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Baqiy al-Musnad al-Muktsirin, bab: Musnad Abi Hurairah, no. 7115, 8983, 9834, 9863. juz. II, h. 251
[8] Shahih Muslim, op.cit., kitab: al-Dzikr al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighfar, bab: Fadhl al-Ijtima’ ‘ala Tilawati al-Qur’an wa ‘ala al-Dzikr, no. 4869, juz. VIII, h. 71. Hadis ini juga terdapat pada Sunan al-Tirmidziy, kitab: al-Da’awat ‘an Rasulullah, bab: Ma Ja`a Fiy al-Qaum Yajlisuna fa Yadzkuruna Allah Ma Lahum min al-Fadhl, no. 3390, juz. V, h. 247. Sunan Al-Nasa`iy, kitab: Adab al-Qadhah, bab: Kayf Yastahlif al-Hakim, no. 5331, juz. VIII, h. 249 Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Musnad al-Syamiyyin, bab: Hadis Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. no. 16232, jilid. 4, h. 92
[9] Imam Muslim, op.cit., h. 72. kitab: al-Dzikr al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighfar, bab: Fadhl al-Ijtima’ ‘ala Tilawati al-Qur’an wa ‘ala al-Dzikr. no. 4868. Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Baqiy Musnad al-Muktsirin, bab: Musnad Abu Sa’id al-Khudriy, no. 11441, juz. III, h. 33
[10] Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Musnad-nya. kitab: Baqiy Musnad al-Muktsirin, bab: Musnad Abu Sa’id al-Khudriy, no. 11225, juz. III, h. 32
[11] Hadis ini hanya terdapat pada Kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Baqiy Musnad al-Muktsirin, bab: Baqiy al-Musnad al-Sabiq, no 13295, juz. h.
[12] Hadis ini hanya terdapat pada Kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Musnad al-Muktsirin min al-Sahabah, bab: Musnad ‘Abd Allah ibn ‘Amru ibn ‘As, no. hadis. 6488, 6364. juz. h.
[13] Al-Bukhariy, op.cit., kitab: al-Da’awat, bab: Fadhl Dzikr Allah ‘Azza wa Jalla, no. 5929. juz. h. . Hadis dengan makna yang sama juga terdapat pada Shahih Muslim, kitab: al-Dzikr wa al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighfar, bab: Fadhl Majalis al-Dzikr, no. 4858, juz. VIII, h. 68. Terdapat pula pada Sunan al-Tirmidziy, kitab: al-Da’awat ‘an Rasulullah, bab: Ma Ja`a Inna Lillah Mala`ikah Sayahiyna Fiy al-Ardh, no. 3534, juz. V. Juga terdapat pada Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Baqiy Musnad al-Muktsirin, bab: Baqiy al-Musnad al-Sabiq, no. 8350.
[14] Hadis ini hanya terdapat pada Sunan Abu Daud, kitab: al-‘Ilm, bab: Fiy al-Qashash, no. 3182, juz. III, h. 321
[15] Hanya saja hadis-hadis tersebut tidak penulis temukan dalam kitab sumber Kutub al-Tis’ah, sehingga yang penulis ambil adalah hadis-hadis yang termasuk ke dalam Kutub al-Tis’ah sekalipun memiliki satu periwayatan.
[16] QS. Al-A’raf ayat 205
[17] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan dan Keserasian al-Qur`an, Volume 5, (
[18] QS: al-A’raf ayat 55
[19] M. Quraish Shihab, op.cit., h. 122
[20] Abu al-Fida’ Ismail ibn Katsir [t.t], Syirkah al-Nur Asir, [t.th]), Juz. 2, h. 281
[21] Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1974), h. 154
[22] Ibid
[23] Muhammad Husein al-Thabariy, al-Mizan Fiy Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lamiy li al-Mathbu’at, 1991), h. 387
[24] Ibid
[25] Ibid
[26] Al-Maraghi, loc.cit
[27] Abdullah Ibn Ahmad ibn Hanbal, Al-Sunnah li Abdillah ibn Ahmad al-Dimamiy, ([t.t], Dar Ibn Qayyim, 1406 H), Juz. 1 h. 277, lihat juga: al-‘Izhmah oleh Abdullah Ibn Muhammad Ibn JA’far al-Ashbahaniy, (al-Riyadh: Dar al-‘Ishmah, 1408), Juz. 2, h. 535
[28] Imam Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardazbah al-Bukhariy al-Ja’fiy, (selanjutnya disebut al-Bukhariy), Shahih al-Bukhariy, (Indonesia: [t.p], 1401 H/1981 M), kitab: Jihad wa al-Sayr bab: Ma Yukarrahu man al-Shaut fiy al-Takbir, No. 2770, Juz. h.
[29] Abu al-Abbas Syihab al-Din Ahmad al-Qatshalaniy, Irsyad al-Syariy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) Jilid. 6, h. 519
[30] Ahmad ibn ‘Aliy ibn Hajar al-‘Asqalaniy, Fath al-Bariy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), Juz. 6, h. 240. lihat juga al-Qasthalaniy, Loc.cit
[31] Ibid
[32] Al-‘Asqalaniy, Op.cit., Juz. 2, h. 593
[33] Imam Abu ‘Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, selanjutnya disebut Ibn Hanbal, (selanjutnya disebut Ahmad ibn Hanbal), Musnad Imam Ahmad ibn Hanbal, kitab ini di sempurnakan lagi oleh muridnya Abu Bakar, (Beirut: Dar al-Fikr, [t.th] ), kitab: Musnad al-‘Ashrah…, bab: Abu Ishaq, Juz. h.
[34] Lihat hantaran Ali Mustafa Ya’kub dalam Ahmad Dimyati Badruzzaman, Zikir Berjama’ah Sunnah atau Bid’ah, (
[35] QS: al-Dhuha ayat 11
[36] Muhammad Hasan al-Himshiy, Qur’an al-Karim wa Bayan, (
[37] Al-Bukhariy.,op.cit., kitab: al-Azan, bab: al-Zikr ba’da al-Shalah, No. 796, Juz. 1, h. 204
[38] Muhammad ibn Ali ibn Muhammad al-Syaukaniy, Nail al-Authar, diterjemahkan oleh: Kathur Suhardi dan Hadi Mulyo, (
[39] Al-‘Atsqalaniy, op.cit., h. 593
[40] Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Murry al-Nawawiy (selanjutnya disebut al-Nawawiy), Syarh al-Nawawiy ‘ala Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabiy, 1992), cet. 2, jilid. 5, h. 84
[41] Ibid., h. 592
[42] Ibid
[43] Ibid
[44] Ibid., h. 593
[45] Ibid
[46] Muhammad ibn Abdurrahman al-Khumais, Dzikir Bersama Bid’ah atau Sunnah, judul asli: al-Dzikr al-Jama’iy Bayna al-Ittiba’ wa al-Ibtida’, pent. Abu Harkaan (Solo: al-Tibyan, [t.th]), h. 28, lihat juga Ahmad Dimyati, op.cit., h. xxx
[47] Al-Khumais, op.cit., h. 38
[48] Al-Bukhari, op.cit., kitab: Al-Tauhid, bab: Qaul Allah Ta’ala wa Yuhdzirukum Allah Nafsahu, no. hadis. 6856. juz. VIII, h. 171. Hadis ini juga terdapat pada Shahih Muslim, kitab: al-Dzikr wa al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighafar, bab: Al-Hats ‘ala Dzikr Allah Ta’ala, no. 4832, 4851 juz. VIII, h. 62 . Sunan al-Tirmidziy, kitab: al-Da’awat’an Rasul Allah, bab: Fiy Husn al-Zhan biy Allah ‘Azza wa Jalla, juz. V, h. 345. Sunan Ibn Majah, kitab: al-Adab, bab: Fadhl al-‘Amal, no. 3812, juz. II, h. 1255. Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Baqiy al-Musnad al-Muktsirin, bab: Musnad Abi Hurairah, no: 7115, 8983, 9834, 9863. juz. II, h. 255
[49] Shahih Muslim, op.cit., kitab: al-Dzikr al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighfar, bab: Fadhl al-Ijtima’ ‘ala Tilawati al-Qur’an wa ‘ala al-Dzikr. no. 4869. juz. VIII, h. 71. Hadis ini juga terdapat pada Sunan al-Tirmidziy, kitab: al-Da’awat ‘an Rasulullah, bab: Ma Ja`a Fiy al-Qaum Yajlisuna fa Yadzkuruna Allah ‘Azza wa Jalla. no. 3390, juz. V, h. 247. Sunan Al-Nasa`iy, kitab: Adab al-Qadhah, bab: Kayf Yastahlif al-Hakim, no. 5331, juz. VIII, h. 249. Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Musnad al-Syamiyyin, bab: Hadis Mu’awiyah ibn Abu Sufyan, no. 16232, juz. IV, h. 92
[50]Shahih Muslim, op.cit., kitab: al-Dzikr al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighfar, bab: Fadhl al-Ijtima’ ‘ala Tilawati al-Qur’an wa ‘ala al-Dzikr, no. 4868. Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Baqiy Musnad al-Muktsirin, bab: Musnad Abu Sa’id al-Khudriy, no. 11441, juz. III, h. 33
[51] Shahih Bukhari, op.cit., kitab: al-Da’awat, bab: Fadhl Dzikr Allah ‘Azza wa Jalla, no. 5929. juz. h. . Hadis dengan makna yang sama juga terdapat pada Shahih Muslim, kitab: al-Dzikr wa al-Du’a wa al-Taubah wa al-Istighfar, bab: Fadhl Majalis al-Dzikr, no. 4858, juz. VIII, h. 68. Terdapat pula pada Sunan al-Tirmidziy, kitab: al-Da’awat ‘an Rasulullah, bab: Ma Ja`a Inna Lillah Mala`ikah Sayahiyna Fiy al-Ardh, no. 3534, juz. V. Juga terdapat pada Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab: Baqiy Musnad al-Muktsirin, bab: Baqiy al-Musnad al-Sabiq, no. 8350.
[52] Muhammad ‘Ali Baydhawiy, al-Hadis al-Qudsiyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), cet. 1, h. 18
[53] Muhammad Abdurrahman ibn Abdurrahman al-Mubarakfuiry Abu al-‘
[54] Ahmad Dimayati, op.cit., h. xxx-xxxii
[55] Hasan al-Bana, Zikir dan Do’a Yang Diajarkan Rasulullah saw., judul asli: al-Ma’tsurat, penterjemah: Makmur Daud, (Jakarta: Media Dakwah, 1999), cet. 5, h. 11
[56] Ibid
[57] Taqiy al-Din Ahmad ibn Taymiyyah al-Harraniy, Majmu’ah al-Fatawa, hadis-hadisnya ditakhrij oleh ‘Amir al-Jazzar dan Anwar Albana, (Riyadh: Maktabah al-‘Abikan, 1419 H/1998M), Juz. 11, h. 226
[58] Ibid
[59] Ibid
[60] Al-‘Asqalaniy, op.cit., h. 340