Selasa, 14 Oktober 2008 | |
Oleh : Duski Samad, Ulama Sumbar Setiap kali ada suksesi kepemimpin, istilah perubahan selalu diusung bahkan perubahanlah yang selalu dijanjikan oleh calon pemimpin baru. Realitasnya memang dunia berputar, masa bertukar dan keadaan pun berganti begitu kata orang bijak. Di tengah perubahan dan pergantian kehidupan ada yang tidak boleh berubah dan kosong, yakni pemimpin dengan segala kepemimpinannya. Perubahan akan menjadi salah arah, bahkan mungkin akan mencelakakan bila pemimpin yang menjadi motor perubahan itu tidak mampu memperankan diri dalam perubahan sebagaimana mestinya.Pemimpin adalah penentu arah kehidupan dan sikap budaya masyarakat. Lebih khusus lagi pada masyarakat yang kuat arus patronase, maka figur pemimpin adalah buku berjalan yang akan direferensi setiap saat. Maka, seharusnya seorang pemimpin sekecil mungkin di depan mata masyarakat yang dipimpinannya harus jernih, bersih dan layak ditiru dan digugu. Sungguh aneh, bin ajaib dan sangat tidak masuk akal bila seorang pemimpin tidak dapat menunjukkan sikap keteladanan. Lebih parah lagi bila sang pemimpin hanya selalu berada di depan yang hanya tahu dirinya sendiri. Pemimpin dipastikan gagal bila ia tidak pernah duduk, berjalan dan tegak di belakang untuk mengetahui apa yang dilakukan masyarakatnya. Ada pula waktunya pemimpin harus berjalan bergandengan tangan dengan masyarakat yang dipimpinnya guna mengetahui denyut nadi orang-orang yang dipimpinnya. Bagi masyarakat Minangkabau, di mana kita hidup dengan segala filosofi yang terkadung di dalamnya, sungguh dapat dipastikan bahwa adat sangat kuat memberikan nilai bahwa seorang pemimpin adalah sosok yang luas wawasan, kokoh kapasitas pribadinya, peduli pada hukum dan serius dalam menegakkan hukum. Meskipun secara adat ide kepemimpinan di Minangkabau adalah kepemimpinan Tuangku Tigo Sajarangan, dan kepemimpinan Tali Tigo Sapilin. Namun dalam realitasnya tiang utama kepemimpinan itu tetap berada pada Rajo di rantau dan Penghulu di darek, sekarang tentunya pemimpinan formal, bupati, wali kota dan gubernur. Untuk membantu pemimpin formal masyarakat juga mendapat pembinaan, dan bimbingan oleh ketiga unsur di atas. Bagaimana pemimpin dapat berfungsi efektif dan diterima oleh semua komponen ada beberapa kriteria pokok yang harus dimiliki seorang pemimpin ;(1) Pemimpin harus berilmu. Artinya pemimpin memiliki kapasistas intelektual dan pengalaman yang memadai. (2) Pemimpin harus adil. Maknanya, pemimpin harus memiliki integritas pribadi yang teruji atau kaya pengalaman. (3) Pemimpin harus mempunyai sifat-sifat yang pantas dan terhindar dari sifat-sifat yang tidak layak baginya. Dalam khazanah budaya Minangakabau disebut dengan istilah Patuik jo mungkin artinya layak dan dapat melaksanakan tugas serta simpatik. (4) Pemimpin harus piawai yakni arif, bijaksana dan punya hati nurani.(5) Pemimpin harus lebih wara’ artinya dapat bertindak proporsinal yang ditandai dari sikap dan prilakunya yang tidak egois, tidak ambisus, tidak arogan dan menjauhkan diri dari sifat hedonis (mubazir).(6) Pemimpin harus konsisten dengan tindakannya. Tidak mudah beralih pendirian dan program yang tidak fokus adalah bahaya besar. (7) Mempunyai fisik yang prima, jiwa yang mantap dan bertanggung jawab dalam urusannya. Di samping kreteria di atas ada beberapa kriteria pokok yang mesti menjadi perhatian pokok terhadap pemimpin, yaitu; (1) Harus mampu melaksanakan apa-apa yang diserahkan kepadanya dengan baik. Artinya pemimpin harus siap melaksanakan amanat publik. (2) Harus mengetahui cara mengerjakan yang ditugaskan kepadanya. (3) Harus amanah, sehingga senang (tenteram) hati orang di bawah pimpinannya.(4) Didahulukan orang yang kelebihan. (di atas rata –rata masyarakat yang dipimpinnya).(5) Harus merdeka, berakal dan beragama yang memiliki perhatian yang kuat pada agama dan moral. Integritas, kejujuran dan asosiasi (kemampuan memberikan contoh) adalah cara komunikasi yang efektif dalam kepemimpinan. Legitimasi pimpinan akan bisa langgeng dengan disangga oleh building opini yang baik terhadap sosok pemimpin, salah satu cara adalah dengan memberikan ketauladanan yang baik. Pemimpin yang baik adalah bisa mengkomunikasikan segala ide-ide kemajuan, maka starting point/berangkatnya haruslah dari penerimaan pengakuan kredibilitas, legitimasi. Lebih jauh, pemimpin ke depan adalah pemimpin yang bisa diterima oleh berbagai golongan dan mampu memediasi berbagai kepentingan yang ada. Multikulturalisme, pluralitas, dan demokrasi adalah paradigma, nilai-nilai yang harus dipakai oleh kepemimpinan masa datang. Pemimpin yang baik adalah yang mempunyai gaung suara untuk mengorkestrasi segala kepentingan orang banyak dan mengakomodasi suara minoritas dalam semangat Bhineka Tunggal Ika dan semangat otonomi/desentralisasi. Dari wacana di atas penulis ingin rumuskan bahwa pemimpin masa depan ia adalah sosok manusia juga, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun, perlu disadari bersama bahwa kepemimpinan masa depan dapat hadir dalam sosok yang lebih baik, tentunya dengan adanya kehendak dan keinginan yang kuat dari semua pihak untuk melahirkannya dan mengasuhnya sampai dewasa. Pemimpin yang diharapkan dapat membawa perubahan tentulah pemimpin yang dilahirkan dari rahim sosial masyarakat yang sehat. Sehatnya proses melahirkan kepemimpinan —salah satunya pilkada— adalah agenda penting semua anak bangsa. Kekhawatiran akan adanya kecurangan, tidak fair dan tindakkan tidak terpuji lainnya dalam proses melahirkan —memilih— pemimpin ke depan, sesungguhnya dapat diamputasi bila semua elemen benar-benar konsisten dan selalu menyuarakan hati nuraninya. Selamat lahirnya bayi pemimpin yang membawa perubahan untuk kebaikan masa depan. |
Sabtu, 25 Oktober 2008
Pemimpin dan Perubahan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar